Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut Kasmudjo sebagai dosen pembimbing akademiknya di Universitas Gadjah Mada (UGM) kini menjadi sorotan tajam.
Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, secara terbuka melayangkan ultimatum keras agar Jokowi mencabut klaim tersebut dalam 3×24 jam. Jika tidak, ancaman jalur hukum akan ditempuh.
“Saya beri waktu kepada Saudara Joko Widodo untuk mencabut pernyataan bahwa Pak Kasmudjo adalah dosen akademik. Pernyataan itu terbukti tidak benar,” tegas Khozinudin dalam keterangannya kepada media di Jakarta Selatan pada Senin, 16 Juni 2025.
Dasar gugatan ini merujuk pada temuan ahli digital forensik Rismon Sianipar yang sebelumnya telah menyatakan bahwa Kasmudjo bukan dosen pembimbing ataupun dosen akademik Jokowi selama masa kuliahnya di UGM. Pihak Roy Suryo siap menjadikan kelanjutan klaim Jokowi ini sebagai dasar laporan dugaan penyebaran informasi palsu alias hoaks.
“Jika tidak dicabut dalam 3 hari ke depan, kami akan pertimbangkan langkah hukum. Rakyat kecil saja ditindak tegas kalau menyebar hoaks. Maka presiden pun harus tunduk pada hukum,” ujar Khozinudin, menyoroti prinsip keadilan hukum yang tidak membeda-bedakan.
Lebih lanjut, Khozinudin menegaskan bahwa jika Jokowi tetap bergeming dan tidak menarik pernyataannya, hal tersebut akan dianggap sebagai bentuk kebohongan publik yang patut diuji di pengadilan. “Kami akan menjadikan pernyataan Jokowi sebagai bukti dugaan kebohongan, dan publik berhak mempertanyakan keabsahan ijazahnya,” imbuhnya.
Implikasi Klaim dan Pertarungan Hukum Berlanjut
Polemik ini merupakan babak baru dalam perseteruan panas antara Jokowi dan Roy Suryo yang bermula dari isu dugaan ijazah palsu presiden. Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri telah melaporkan Roy Suryo dan empat tokoh lain ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Laporan tersebut menyeret inisial RS, ES, T, K, dan RS, yang dituding menyebarkan tuduhan tak berdasar mengenai keaslian ijazah Jokowi. Mereka menghadapi jeratan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta beberapa pasal dalam UU ITE. Dinamika hukum antara kedua belah pihak diprediksi akan semakin intensif menyusul ultimatum terbaru ini.