MEMO – Aksi Willie Salim yang menggelar acara memasak rendang dalam skala besar menuai sorotan publik. Namun, insiden hilangnya rendang seberat 200 kilogram saat ia meninggalkan lokasi sebentar, yang diduga diambil oleh sejumlah warga yang menonton, memicu polemik.
Peristiwa yang berlangsung di Benteng Kuto Besak (BKB), Palembang, pada hari Selasa (18/3/2025) ini kemudian berbuntut panjang dengan adanya tiga laporan polisi dari masyarakat. Willie Salim sendiri telah menyampaikan permintaan maaf atas kejadian yang diwarnai dugaan rekayasa tersebut.
Menanggapi hal ini, ahli hukum Kurnia Saleh berpendapat bahwa laporan yang ditujukan kepada Willie Salim kemungkinan besar tidak memenuhi unsur pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Jika kita merujuk pada Pasal 27 ayat (1) UU ITE, menurut saya itu berlebihan karena pasal ini lebih berkaitan dengan isu kesusilaan, seperti pornografi,” ungkap ahli hukum yang merupakan alumni Universitas Sriwijaya ini.
Ia juga menyoroti potensi penggunaan Pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang pencemaran nama baik. Kurnia Saleh, yang dikenal sebagai pakar hukum tingkat nasional asal Prabumulih, mempertanyakan dasar penggunaan pasal ini.
“Pasal ini berkaitan dengan tuduhan yang menyerang kehormatan seseorang. Pertanyaannya, bagian mana dari narasi Willie yang secara langsung menuduh masyarakat Palembang mencuri rendangnya?” tanyanya.
Lebih lanjut, Kurnia menjelaskan bahwa Pasal 28 ayat (2) mengenai ujaran kebencian berbasis SARA dan Pasal 28 ayat (3) terkait penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kerusuhan juga tidak relevan dalam kasus ini.
“Tidak ada ajakan untuk bermusuhan dalam kontennya, dan faktanya rendang tersebut memang hilang. Ini bukanlah berita bohong yang memicu kerusuhan fisik,” tegasnya.