Example floating
Example floating
banner 728x250
Humaniora

Membedah Gelap Terang Malam 1 Suro, Tirakat Sunyi dan Perlawanan Leluhur Jawa

A. Daroini
×

Membedah Gelap Terang Malam 1 Suro, Tirakat Sunyi dan Perlawanan Leluhur Jawa

Sebarkan artikel ini
Membedah Gelap Terang Malam 1 Suro, Tirakat Sunyi dan Perlawanan Leluhur Jawa

Jauh melampaui sekadar penanda waktu, Malam 1 Suro adalah perayaan yang berdenyut di jantung budaya Jawa, sebuah perpaduan unik antara dimensi spiritual dan jejak sejarah yang tak terhapuskan.

Tanggal yang bertepatan dengan 1 Muharram kalender Hijriyah ini bukan hanya pergantian tahun, melainkan simbol persatuan dua aliran waktu – penanggalan lunar Islam dan kalender Saka Jawa kuno – yang berujung pada kebangkitan sebuah bangsa.

Benang merah sejarah kalender Hijriyah dimulai dari keputusan bijak Khalifah Umar bin Khattab. Beliau menandai tahun pertama Hijriyah dengan peristiwa monumental hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, sebuah titik krusial dalam evolusi peradaban Islam.

Jejak kalender ini kemudian merambah hingga ke pelosok Nusantara, menemukan resonansi di tanah Jawa yang kaya tradisi.

Namun, lompatan signifikan terjadi pada abad ke-17 Masehi, tepatnya pada tahun 931 H atau sekitar 1443 tahun Jawa. Tokoh karismatik Sunan Giri II, seorang dari Wali Songo yang dihormati, merajut harmoni antara kalender Islam dan penanggalan Jawa yang ada. Inilah fondasi awal bagi sistem kalender Jawa-Islam yang menjadi denyut nadi perhitungan waktu hingga hari ini.

Sultan Agung: Sang Visioner yang Menyatukan Waktu dan Asa Perlawanan

Transformasi mendalam berlanjut di bawah kepemimpinan agung Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram Islam. Sultan Agung bukan sekadar penguasa; beliau adalah seorang arsitek budaya dan religius yang berwawasan luas. Visinya adalah merangkul keragaman masyarakat Jawa, yang kala itu terpilah oleh perbedaan adat dan keyakinan, ke dalam satu kesatuan kokoh.

Sultan Agung melihat potensi besar dalam penyatuan kalender sebagai pilar persatuan. Maka, ia menetapkan kalender Jawa-Islam dengan 1 Suro sebagai penanda awal tahun baru. Keputusan ini bukan tanpa tujuan strategis.