Ekspor nikel ore ilegal menjadi sorotan serius anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto. Ia mendesak aparat keamanan untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap semua pihak terlibat, mengingat dampak besar terhadap sumber daya alam yang krusial.
Presiden Joko Widodo juga diminta turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini demi kelancaran program hilirisasi nikel. Simak lebih lanjut pernyataan dan analisis Mulyanto terkait permasalahan nikel ilegal di Indonesia.
Mulyanto Desak Penangkapan Bandar Nikel, Ancam Program Hilirisasi
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, mendesak aparat keamanan untuk menangkap semua pihak yang terlibat dalam ekspor nikel ore ilegal. Ia menyebut tindakan ini sebagai kejahatan luar biasa karena melibatkan jumlah sumber daya alam yang sangat besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelakunya bukanlah orang sembarangan.
Mulyanto menilai Presiden Joko Widodo harus secara langsung menyelesaikan masalah ini, mengingat potensi gangguan terhadap program hilirisasi nikel. Saat ini, beberapa smelter nikel dalam negeri mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan bahan baku.
“DPR mendesak Presiden untuk memerintahkan pihak terkait menyelesaikan masalah nikel ore ilegal ini. Jika perlu, tangkap semua bandar dan penunjang di belakangnya. Ini adalah tindakan memalukan. Saat Pemerintah gencar menjalankan program hilirisasi nikel, ternyata ada pihak tertentu yang berupaya menyelundupkan bahan baku tersebut secara ilegal,” tegas Mulyanto pada Selasa (21/20).
Mulyanto juga meminta Pemerintah untuk lebih serius mengawasi pengelolaan pertambangan bijih nikel nasional agar kasus nikel ilegal tidak terus menyebar.
“Ibarat fenomena gunung es, yang tertangkap ini hanyalah puncaknya saja. Yang tidak terdeteksi tentu masih banyak lagi,” sindirnya.
Tantangan Serius: Ekspor Ilegal Nikel dan Solusi Mulyanto untuk Penyelesaiannya
Meskipun belum diketahui kemana 3 kapal bermuatan bijih nikel ilegal tersebut akan diangkut, tidak menutup kemungkinan bijih nikel tersebut akan diekspor ke negara tetangga.
“Jika itu terjadi, ini akan semakin kontradiktif. Di satu sisi, kita kekurangan bijih nikel untuk pabrik smelter, sehingga beberapa perusahaan smelter harus mengimpor bijih nikel dari luar negeri. Di sisi lain, terdapat pertambangan nikel ilegal yang dapat berujung pada ekspor ilegal. Ini dapat membuat program hilirisasi nikel menjadi ambigu, tidak jelas arahnya. Publik akan bingung, mengapa hilirisasi menggunakan bahan impor? Apa yang dihasilkan?” jelas Mulyanto.