Pertamina, perusahaan energi terkemuka di Indonesia, memimpin langkah untuk mengurangi ketergantungan negara pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menggantinya dengan Bahan Bakar Nabati (BBN). Melalui program-program inovatif seperti biodiesel dan biogasoline, Pertamina berkomitmen untuk meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi emisi karbon sesuai dengan kebijakan energi nasional.
Pertamina memimpin Revolusi Energi: Program BBN dan Pengurangan Emisi Karbon
Indonesia sedang menghadapi tantangan dalam menyediakan bahan bakar yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang saat ini masih harus diimpor.
Menurut Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, langkah untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan BBN. Upaya ini sejalan dengan upaya untuk meningkatkan ketahanan, keterjangkauan, aksesibilitas, dan keberlanjutan energi.
Pertamina telah mengusulkan beberapa program untuk meningkatkan penggunaan bioenergi, seperti biodiesel, biogasoline, dan bioavtur. Dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex, Nicke menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan program-program ini, termasuk diantaranya adalah penggunaan solusi berbasis alam dan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCUS).
Saat ini, Pertamina tengah mendorong penggunaan bahan bakar nabati untuk jenis bahan bakar diesel dengan mencampurkan BBM dengan bahan bakar berbasis kelapa sawit sebesar 35% (B35). Mereka berencana untuk terus meningkatkan campuran ini hingga mencapai 60% (B60).
Nicke juga menyebutkan bahwa salah satu program prioritas Pertamina adalah penggunaan biofuel, dengan target mencampurkan bahan bakar sawit hingga B60, yang diharapkan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 32,7 juta ton CO2 per tahun sesuai dengan kebijakan energi nasional.
Untuk jenis biogasoline, Pertamina sedang mengembangkan campuran bioetanol atau bahan bakar dari tetes tebu dengan BBM. Saat ini, mereka telah menjual BBM dengan campuran bioetanol sebesar 5% (E5) dengan produk Pertamax Green 95. Mereka berencana untuk meningkatkan campuran ini hingga mencapai 40% (E40) pada semua jenis bahan bakar.
Selain itu, Pertamina juga telah memulai produksi bahan bakar penerbangan melalui Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan mencampurkan bioavtur berbasis sawit sebesar 2,4% pada bahan bakar pesawat. Langkah ini diambil sesuai dengan kebijakan energi nasional.
Langkah Pertamina Menuju Energi Berkelanjutan: Penggunaan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Impor BBM
Pertamina menegaskan komitmennya dalam mengurangi impor BBM melalui penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN), terutama melalui program bioenergi seperti biodiesel, biogasoline, dan bioavtur. Dengan pencampuran BBM dengan bahan bakar nabati hingga mencapai 60%, Pertamina berusaha mengurangi emisi karbon sebesar 32,7 juta ton CO2 per tahun, sejalan dengan kebijakan energi nasional. Langkah-langkah ini bukan hanya memperkuat ketahanan energi Indonesia, tetapi juga mempercepat transisi menuju energi yang lebih berkelanjutan.