
Bawaslu RI menegaskan pentingnya penegakan aturan masa tenang dalam Pemilu 2024 dengan mengerahkan patroli siber dan memperingatkan larangan money politics. Lolly Suhenty, anggota Bawaslu RI, mengungkapkan bahwa patroli siber digunakan untuk memantau aktivitas kampanye di media sosial, sementara Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menambahkan bahwa pemberian uang dalam bentuk apapun, termasuk uang digital, dilarang keras.
Bawaslu RI Gempur Kampanye Medsos!
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) telah mengingatkan para peserta pemilu tahun 2024 agar tidak melakukan kegiatan kampanye selama masa tenang, termasuk di berbagai platform media sosial (medsos).
Lolly Suhenty, seorang anggota Bawaslu RI, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan upaya dengan mengerahkan patroli siber untuk terus memantau akun-akun yang terdaftar atas nama peserta pemilu, termasuk akun pribadi mereka.
Tujuan dari patroli siber tersebut adalah untuk memastikan bahwa tidak ada kegiatan kampanye yang terjadi di dalam media sosial yang diakses melalui akun-akun peserta pemilu yang terdaftar. Selain itu, patroli siber juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa akun-akun media sosial pribadi tidak melakukan tindakan-tindakan yang dilarang, seperti melakukan hasutan, pencemaran nama baik, atau memicu pertikaian, mengingat adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berlaku, dan Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani pelanggaran hukum yang terkait.
Bawaslu RI Berantas Praktek Korupsi dalam Pemilu
Pengawasan terhadap aktivitas peserta pemilu di media sosial tersebut merupakan hasil dari kerja sama antara Bawaslu dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam kesempatan yang sama, Lolly juga mengingatkan para peserta pemilu untuk tidak memberikan uang atau barang kepada masyarakat selama masa tenang dan saat pemungutan suara nanti.
Pemberian uang atau barang kepada masyarakat dalam konteks kampanye, yang dikenal dengan istilah money politics, merupakan pelanggaran dalam proses pemilu. Hal ini diatur dalam Pasal 523 ayat 2 Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang memberikan sanksi pidana pemilu berupa empat tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp48 juta.
Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu RI, menambahkan bahwa larangan pemberian uang tidak hanya berlaku untuk uang tunai, tetapi juga uang digital. Bawaslu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengawasi kemungkinan-kemungkinan tersebut.