Jakarta, Memo
– Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudi Sadewa membagikan kisah yang cukup menggelitik usai nyaris mendapat sanksi hukuman fisik dari Presiden Prabowo Subianto. Purbaya bercerita dengan nada bercanda bahwa ia sempat “kukup” (terkejut) dan malu ketika datang terlambat ke acara penyerahan uang sitaan kasus korupsi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) senilai Rp13,2 triliun di Kejaksaan Agung pada Senin, 20 Oktober 2025.
“Satu lagi tadi hampir disuruh push up gua tuh, Pak! Malu gua!” ujar Menkeu Purbaya, disambut tawa hadirin.
Insiden kecil yang membuat suasana mencair itu, menurutnya, menjadi pelajaran penting tentang kedisiplinan, terutama saat menghadiri acara resmi yang dihadiri langsung oleh Kepala Negara. Kehadiran Purbaya di acara tersebut menjadi kunci, karena uang hasil sitaan kasus CPO senilai Rp13,2 triliun tersebut secara resmi diserahkan untuk masuk ke kas negara.
‘Cowboy’ yang Jaga Fiskal dengan Baik
Di tengah cerita kocak tersebut, Menkeu Purbaya menyampaikan pesan serius mengenai strategi ekonominya untuk menenangkan publik dan pasar keuangan. Ia menyadari citranya yang terlihat ‘nyentrik’ mungkin menimbulkan pertanyaan.
“Saya bisa yakinkan mereka bahwa saya kelihatan kayaknya kayak koboy (cowboy), tapi semuanya saya hitung dengan baik sehingga fiskal prudensi tetap terjaga,” kata Menkeu.
Purbaya menjelaskan bahwa strategi utama Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi didasarkan pada tiga pilar utama:
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tegas Tolak Lanjutkan 'Burden Sharing' BI, Demi Jaga Independensi Moneter
Mesin Fiskal Dioptimalkan: Penggunaan anggaran negara harus dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan.
Moneter Terkendali: Kebijakan moneter akan digunakan dengan hati-hati.
Iklim Investasi Dibenahi: Iklim investasi akan diperbaiki melalui pembentukan tim debet-lagging (percepatan investasi) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Menolak Godaan ‘Tembus’ Defisit Anggaran 3 Persen
Salah satu pertanyaan krusial yang ia hadapi, termasuk dari lembaga internasional seperti IMF, adalah saran untuk menembus batas defisit APBN 3% dari PDB demi memacu pertumbuhan. Menkeu Purbaya dengan tegas menolak ide tersebut, meskipun ia mengakui hal itu bisa saja dilakukan.
Alasannya jelas: menghindari kebocoran.












