Memo.co.id
Seorang pria asal Amerika Serikat, Tim Friede, telah mencatatkan pencapaian luar biasa: mengembangkan kekebalan tubuh terhadap racun ular dan menciptakan antiracun yang belum tertandingi. Selama 18 tahun, Friede melakukan eksperimen ekstrem dengan menggigit ular berbisa lebih dari 200 kali, dan hasilnya kini membawa dampak besar pada dunia medis.
Keberanian yang Menciptakan Antibodi Luar Biasa
Darah Tim Friede mengandung antibodi yang terbukti mampu melindungi dirinya dari racun fatal dari berbagai spesies ular berbisa. Proses ini bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan merupakan upaya sengaja yang dilakukan Friede sejak 2001. Sejak kecil, Friede sudah terpesona dengan ular, bahkan berburu ular garter di kampung halamannya di Wisconsin, AS. Namun, rasa ingin tahu yang mendalam terhadap ular berbisa membawa dia pada keputusan ekstrem untuk membangun kekebalan tubuh terhadap racun ular.
Pada awalnya, ia memulai eksperimen dengan membiarkan dirinya digigit ular kobra, yang berujung pada koma selama empat hari. “Rasanya seperti disengat seribu lebah. Saya harus dirawat di ICU setelah dua gigitan kobra,” kata Friede mengenang pengalaman pertama tersebut. Meski mengalami dampak serius, ia pulih dan kembali mencoba eksperimen lebih hati-hati.
Penelitian dan Kolaborasi dengan Para Ahli Bioteknologi
Selama bertahun-tahun, para peneliti di seluruh dunia terus berusaha mengembangkan antiracun untuk mengatasi gigitan ular berbisa. Umumnya, antiracun dibuat dengan menyuntikkan bisa ular dalam dosis kecil ke hewan, seperti kuda, untuk kemudian memanen antibodi yang dihasilkan. Namun, antiracun tersebut terbukti kurang efektif terhadap berbagai spesies ular yang memiliki racun dengan komposisi berbeda.
Tim peneliti mulai mengeksplorasi kemungkinan antibodi penetralisir luas—antibodi yang mampu melawan berbagai jenis racun dari berbagai spesies ular. Inilah titik pertemuan antara Tim Friede dan Dr. Jacob Glanville, CEO perusahaan bioteknologi Centivax. Glanville segera menghubungi Friede setelah melihat potensi antibodi dalam darahnya yang mungkin bisa menjadi kunci pengembangan antiracun baru. “Saya langsung berpikir, jika ada seseorang yang telah mengembangkan antibodi penetralisir luas, itu pasti dia,” ujar Glanville.
Dengan persetujuan etis, Friede setuju untuk menyumbangkan darahnya untuk penelitian lebih lanjut. Tim peneliti fokus pada keluarga ular elapid, yang meliputi beberapa spesies paling mematikan, seperti ular karang, mamba, kobra, taipan, dan krait. Para peneliti berhasil menemukan dua antibodi penetralisir yang dapat menargetkan dua kelas utama neurotoksin dalam bisanya.
Keberhasilan dan Harapan Masa Depan
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Cell menunjukkan hasil yang luar biasa. Dalam percobaan pada tikus, antibodi dari darah Friede berhasil melindungi mereka dari dosis fatal racun 13 dari 19 spesies ular berbisa. Beberapa spesies lainnya menunjukkan perlindungan parsial. Tim peneliti percaya antibodi ini memiliki potensi untuk melindungi terhadap banyak ular elapid yang saat ini belum memiliki antiracun yang efektif.