Memo, hari ini
Di sudut Desa Kencong, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, matahari pagi menyapa dengan lembut, menerangi sebuah rumah sederhana yang menyimpan kisah perjuangan. Di sanalah tinggal Regina Felicia Zahra (12), seorang bocah kelas 5 SD, yang di usianya yang masih sangat muda harus bergulat dengan diagnosis diabetes.
Namun, di balik tantangan yang ia hadapi, tersimpan sebuah impian besar yang membakar semangatnya: menjadi seorang dokter. Sebuah cita-cita mulia yang lahir dari keinginan tulus untuk menolong diri sendiri dan orang lain.
Ketika Dunia Berubah: Adaptasi Sulit dan Kekuatan dari Dalam
Kakak kandung Regina, Desi Purnamasari (32), berbagi kisah tentang adiknya yang pilu namun penuh inspirasi. Desi mengenang, bagaimana awalnya Regina tenggelam dalam ketidakpercayaan diri setelah divonis diabetes.
Gadis cilik itu menarik diri, menjadi sosok yang tertutup, dan seolah kemerdekaannya sebagai anak-anak direnggut paksa. Dunia yang dulu penuh permainan tiba-tiba diganti dengan jarum suntik, jadwal kontrol rutin, dan pantangan makanan.
Namun, kekuatan tak terduga muncul dari dalam diri Regina, didukung oleh kasih sayang tiada henti dari keluarga dan lingkungan sekitar. Perlahan namun pasti, ia melewati fase terberat tersebut.
Kini, Regina telah tumbuh menjadi siswi yang tangguh, bahkan berprestasi di sekolahnya. Pengalaman pahit beradaptasi dengan penyakit kronis inilah yang secara paradoks memicu api motivasi terbesarnya.
“Dari apa yang dialaminya, adik saya cita-citanya jadi dokter. Agar bisa menolong dirinya sendiri juga orang lain,” ujar Desi dengan suara haru pada Selasa (24/6/2025).
Kondisi kesehatan memaksa Regina untuk memiliki “pengetahuan dan pengalaman” ala dokter untuk menangani dirinya. Ia kini mandiri menyuntikkan insulin, serta disiplin luar biasa dalam menjaga pola hidup dan asupan makanannya. Kemandirian ini adalah buah dari perjuangan yang tak kenal lelah.
Lorong Impian yang Penuh Kerikil: Realita Ekonomi Keluarga
Namun, di balik semangat membara Regina, terbentang realita ekonomi yang cukup berat bagi keluarganya. Mewujudkan mimpi menjadi dokter membutuhkan pendidikan tinggi yang berbiaya sangat mahal. Ayah Regina, Supriyanto, hanyalah seorang buruh tani dengan penghasilan pas-pasan, sementara sang ibu, Tianah, adalah ibu rumah tangga.