Di tengah perdebatan panjang mengenai efektivitas dan citra Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pasca-Reformasi 1998, muncul usulan radikal yang menuntut reformasi fundamental: Polri harus melepaskan warisan militeristiknya dan mentransformasi nilainya menjadi sipil sejati.
Sejak Reformasi Radikal 1998, TNI Kembali ke Barak, Polri Menjadi Militeristik
Puncaknya, usulan kontroversial diajukan agar Korps Brigade Mobil (Brimob) dipindahkan dari struktur Polri.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Ancam Sanksi Tegas Bank Nakal Penyalur KUR, Jamin Akses Modal Tanpa Agunan
Bosman Mardigu, pakar dan pengamat yang menyuarakan pandangan ini berargumen bahwa institusi Polri sejatinya hanya mengalami pemisahan kelembagaan dari militer pada 1998, namun gagal melakukan transformasi nilai.
” Sampoai sekarang, Polri memang belum benar benar bertranspormasi. Bahkan, dibilang gagal dalam bertranspormasi. ” ujar Bosman Mardigu.
Baca Juga: KH. Ma’ruf Amin Resmi Pimpin Dewan Penasehat SMSI
Masalah Utama: Nilai Militeristik yang Tak Pernah Hilang
Kritik utama diarahkan pada fakta bahwa nilai-nilai militeristik dari era Orde Baru masih melekat kuat. Reformasi dinilai hanya mengubah struktur, bukan ruh institusi.
“Reformasi tidak menghasilkan demokrasi, hanya merubah kelembagaan, bukan nilai,” ujar salah satu pengamat.
Baca Juga: Program Bergizi, Tapi Tak Higienis? 37 Dapur MBG Blitar Belum Kantongi Sertifikat!
Menurut pandangan ini, Polri seharusnya tunduk sepenuhnya pada nilai sipil—sebuah prinsip universal (seperti aturan lampu merah yang harus dipatuhi semua orang, termasuk polisi). Namun, yang terjadi di lapangan adalah supremasi polisi terhadap sipil.
Polisi, yang seharusnya menjadi bagian dari masyarakat sipil dan bukan alat kekuasaan, justru dituding kerap digunakan sebagai alat politik. Demokrasi ideal mengutamakan rasa nyaman (nyaman) mendahului rasa aman (aman), tetapi Polri dinilai belum mampu menciptakan rasa nyaman tersebut secara merata.
Usulan Kontroversial: Reposisi Brimob
Untuk mencapai reformasi yang sejati, desakan paling tajam diarahkan pada reposisi besar-besaran terhadap satuan Brimob.
Brimob dinilai tidak relevan berada di bawah Polri karena sejatinya merupakan pasukan tempur dengan persenjataan yang bahkan lebih canggih dari milik TNI, menjadikannya lebih mirip tentara daripada polisi pengayom masyarakat.












