Foto : Mushola di Desa Betet yang menjadi sengketa
Nganjuk, MEMO.co.id
Ibadah itu mulia. Tapi, Tuhan menghendaki umatnya agar beribadah yang benar. Baik tata caranya atau tempatnya. Dan tidak menghendaki umatnya melakukan tindakan tak terpuji disaat beribadah.
Tindakan kurang tepat itu terjadi pada tempat ibadah ( Mushola ) yang didirikan oleh aparat dan kepala Desa Betet, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk. Betapa tidak, mushola yang semula sudah ada di tempat yang layak, didepan balai desa, ujug-ujug dibongkar dan dibangun ditempat yang baru. Yakni mepet dengan balai desa tersbut.
Repotnya, niat baik kepala desa melakukan pemindahan itu malah dinilai oleh sebagian pihak warganya satu tindakan yang keliru. Karena, mushola baru itu didirikan di areal bibir sungai. Berdiri diatas bukan milik desa secara sah. Sehingga pro- kontra di desa tersebut sempat mencuat. Saat ini, BPD dan LPM desa setempat mulai berancang-ancang mempertanyakan ke kepala desa.
Oleh karena itu, tudingan negative, bahwa Suhartini, Kepala Desa Betet “ngebrog-i “ tanah milik irigasi untuk kepentingan fasilitas umum ( fasum ) berupa mushola. Meski penguasaan lahan bukan haknya ini menurut pengakuannya telah ijin pada Dinas PU Pengairan, via UPTD Kantor DInas Pengairan Kecamatan Kertosono sebagai pemangku wilayah sungai yang melintas di desa setempat.
“ Kami sudah ijin ke Dinas PU Pengairan di UPTD Kertosono, “ ujarnya pada Selasa ( 8/3 ) siang dikantornya. Diakui Suhartini, secara tertulis pihak PU Pengairan belum memberi ijin. “ Tapi karena mushola ini untuk kepentingan fasum. Jadi tetap saya dirikan, “ tegasnya. Namun pihaknya juga sangat memahami jika tindakannya dinilai salah, maka ia akan bongkar Mushola tersebut. “ Menunggu beaya bongkar aja, “ paparnya yang ditemani staf outshorsing bagian operator didesa tersebut.
Semntara itu, Yeti, Kepala UPTD Dinas Pengairan Kecamatan Kertosono merasa kesal dengan ulah Kades Suhartini. Sebab,pihaknya telah berkali-kali memperingatkan agar membongkar Mushola itu. Karena bangunan fisaiknya menempati area bibir sungai. Sehingga dinilai sudah melanggar garis sepadan sungai.
“ Sejauh ini, secara resmi kami belum pernah memberikan ijin kepada Kades Betet untuk keperluan itu. Kami hanya diberi pemberitahuan saja. Untuk itu, kami minta untuk dibongkar paksa bangunan itu, “ ujar Yeti’. Kalau pembongkaran masih menunggu beaya, kami akan bantu tenaga. Sebetulnya pihaknya sudah berkali-kali memperingatkan. “ Tapi Lurah itu memang ndableg. Tidak mau diatur. Sampai-sampai kami minta bantuan kepada pak Camat Ngronggot, untuk menegor Suhartini, “ tutur Yeti memelas. Merasa harga dirinya sebagai pejabat tidak dihormati oleh Suhartini Kades Betet.
Keengganan Suhartini melaksanakan perintah atasan sesuai prosedur, akankah pihak Dinas PU Pengairan Daerah Kabupaten Nganjuk diam dan berpangku tangan ikut membiarkan pelanggaran aturan ini ? Kita tunggu, kuat mana, Dinas PU dengan jabatan hanya seorang Kades. ( teguh )