PT PLN (Persero) sedang mempersiapkan rantai pasok untuk kebutuhan hidrogen hijau di masa depan sebagai bahan bakar alternatif bagi kendaraan ramah lingkungan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya perusahaan untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060.
Edwin Nugraha Putra, Direktur Utama PLN Indonesia Power, menjelaskan bahwa baru-baru ini PLN meresmikan 21 unit Green Hydrogen Plant (GHP) yang tersebar di seluruh Indonesia di PLTGU Tanjung Priok. Pada bulan Oktober lalu, PLN juga meresmikan GHP pertama di Indonesia di PLTGU Muara Karang.
Menurut Edwin, dengan adanya 21 unit GHP ini, PLN sekarang dapat memproduksi 199 ton hidrogen hijau per tahun, meningkat dari sebelumnya hanya 51 ton hidrogen per tahun. Hidrogen hijau yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mengoperasikan 424 mobil selama setahun.
Dari total produksi hidrogen hijau tersebut, sebanyak 75 ton per tahun digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit (pendingin generator). Sementara itu, 124 ton sisanya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk untuk kendaraan.
Edwin menjelaskan, “Misalnya, kita memproduksi 10, tetapi hanya 3 yang digunakan untuk kebutuhan pembangkit. Sisanya dapat kita manfaatkan untuk mengisi Hydrogen Refuelling Station atau stasiun pengisian ulang hidrogen.”
Dukungan Pembangkit Listrik dan Kendaraan Ramah Lingkungan Menuju Net Zero Emissions 2060
Lebih lanjut, Edwin menyebutkan bahwa GHP milik PLN diproduksi menggunakan sumber daya dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di area pembangkit. Selain itu, hidrogen hijau juga menggunakan Renewable Energy Certificate (REC) dari beberapa pembangkit EBT di Indonesia.
“Dengan demikian, kita bisa mengklaim bahwa 21 lokasi ini 100% memproduksi hidrogen hijau,” tambahnya.
Dalam strategi jangka pendek, PLN berencana untuk membangun Hydrogen Refuelling Station di Senayan, Jakarta. “Insya Allah, pada bulan Januari, 1 Hydrogen Refuelling Station (HRS) akan beroperasi di Senayan,” kata Edwin.
Sebagai langkah selanjutnya, PLN berencana agar pembangkit listrik perusahaan di berbagai lokasi juga dapat berkontribusi dalam produksi hidrogen hijau. Sebagai contoh, PLTU batu bara di Sulawesi dapat menghasilkan hidrogen yang dikombinasikan dengan PLTS dan Renewable Energy Certificate (REC) untuk memproduksi hidrogen hijau.
“Ada beberapa lokasi seperti itu, seperti di Sulawesi ada PLTU batu bara, juga PLTGU-PLTGU di seluruh Indonesia. Ini memungkinkan kita untuk tidak hanya membangun di Jawa atau Sumatera, tetapi juga di Kalimantan dan Sulawesi,” ujar Edwin.
Dengan 21 unit GHP yang telah diresmikan, PT PLN berhasil meningkatkan produksi hidrogen hijau menjadi 199 ton per tahun, menggandakan dari sebelumnya hanya 51 ton. Hidrogen ini tidak hanya memenuhi kebutuhan operasional pembangkit, tetapi juga digunakan untuk menggerakkan kendaraan, mempercepat langkah menuju transportasi berkelanjutan.
Sebagai langkah strategis berikutnya, PLN berencana membangun Hydrogen Refuelling Station (HRS) di Senayan, Jakarta, yang diharapkan beroperasi pada bulan Januari mendatang. Dengan demikian, PLN membuka peluang bagi pembangkit listrik di seluruh Indonesia untuk turut serta dalam produksi hidrogen hijau, mendukung visi bersama menciptakan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.