Bandung, Memo.co.id
Proses hukum terkait gugatan kubu Mas Murjoko terhadap Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia kembali memasuki tahap mediasi. Sidang kali ini digelar di Pengadilan Negeri Bandung, pada Kamis (9/10/2025), dan berlangsung dalam suasana yang penuh dinamika, memperlihatkan terang-benderang posisi moral dan sikap masing-masing pihak.
Mediasi, yang sejatinya menjadi ruang untuk merajut kembali persaudaraan, justru menampilkan sejumlah peristiwa yang disebut banyak pihak sebagai cerminan dari siapa yang benar-benar berpijak pada kebenaran hukum, serta siapa yang sesungguhnya membawa kegaduhan dalam tubuh Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
1. Insiden Tak Terduga – “Alam Ikut Menghakimi”
Baca Juga: Limbah Peternakan Sapi Cemari Sungai di Blitar Selatan, DPRD Desak Pemerintah Desa Lebih Peka
Sidang diwarnai insiden mengejutkan ketika salah satu tokoh bergelar akademik yang hadir mendadak terjatuh dari kursinya hingga harus diganti dengan kursi lain oleh majelis. Peristiwa itu dianggap sebagian hadirin sebagai “peringatan alam”, simbol bahwa ada kekuatan yang menunjukkan arah kebenaran dan mengungkap siapa yang selama ini menimbulkan kegaduhan organisasi
2. Tudingan Wajah Baru Kuasa Hukum, Siapa Sebenarnya yang Tak Paham Sejarah?
Baca Juga: Dari Kandang Sapi ke Sungai Limbah: Jejak Aneh Sertifikat 21 Hektar di Gunung Gede
Kuasa hukum penggugat sempat menyebut barisan kuasa hukum tergugat sebagai “wajah baru”. Namun fakta historis membantah pernyataan tersebut:
Kangmas Bambang telah menjadi kuasa hukum organisasi PSHT sejak tahun 2017. Didampingi oleh Mas Welly, Mas Agung, dan Mas Samsul, yang selama ini aktif menjaga marwah dan legalitas organisasi.
Pertanyaan pun muncul: Siapa sebenarnya yang baru datang dan tidak memahami sejarah panjang organisasi?
3. Keberatan Mediasi Principal – Mengabaikan Makna Persaudaraan?












