Pengadilan tertinggi Prancis melarang pengacara Muslimah mengenakan jilbab dan simbol agama lainnya di ruang sidang di utara negara itu. Putusan ini menjadi yang pertama dari jenisnya yang dinilai akan terjadi di seluruh wilayah di negara tersebut.
Menampilkan simbol-simbol agama adalah isu yang kontvoversial di Prancis dan keputusan pengadilan dapat memicu perdebatan nasional tentang apa yang disebut nilai-nilai inti sekularisme dan identitas Partai Republik menjelang pemilihan presiden April mendatang.
Kasus ini diajukan oleh Sarah Asmeta, seorang pengacara Prancis-Suriah berhijab berusia 30 tahun yang menentang aturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengacara Lille yang melarang simbol agama di ruang sidangnya dengan alasan diskriminatif. Dalam putusannya, Pengadilan Kasasi mengatakan larangan itu diperlukan dan tepat. Pada satu sisi, aturan ini untuk menjaga independensi pengacara dan, di sisi lain, untuk menjamin hak atas pengadilan yang adil.
“Melarang pemakaian simbol agama bukan merupakan diskriminasi,” jelas pengadilan dilansir dari Turkish Radio and Television (TRT World), Kamis (3/3/2022).
Asmeta mengatakan kepada Reuters dia terkejut dan kecewa dengan keputusan itu. “Mengapa menutupi rambut saya menghentikan klien saya dari hak untuk mendapatkan pelayanan?” katanya kepada Reuters.
“Klien saya bukan anak-anak. Jika mereka memilih saya sebagai pengacara mereka, dengan kerudung saya, maka itu adalah pilihan mereka,” tambahnya.