MEMO – Dalam sebuah pernyataan yang penuh makna, Ketua Yayasan Sabha Budaya Bali, I Gusti Made Ngurah, menyampaikan bahwa Nyepi bukan hanya sekadar tradisi, melainkan sebuah momen sakral untuk merenungkan diri dan menghormati keseimbangan alam semesta. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, beliau menekankan pentingnya menjaga esensi Nyepi melalui pendidikan regeneratif dan pemahaman yang mendalam tentang Catur Brata Penyepian.
“Perayaan Nyepi seharusnya tetap relevan dalam konteks kehidupan modern saat ini. Esensinya adalah mengajarkan kita tentang harmoni dengan alam dan pentingnya introspeksi diri,” ungkap Ngurah dalam sebuah wawancara bersama PRO3 RRI, Jumat (28/3/2025).
Baca Juga: Lebih dari Sekadar Tradisi, Inilah Warisan Budaya Sarat Filosofi
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Hari Suci Nyepi adalah sebuah fenomena alam yang diperingati melalui dua dimensi kegiatan, yakni sekala (nyata) dan niskala (spiritual). Melalui perenungan mendalam saat Nyepi, masyarakat diharapkan dapat melakukan perubahan positif yang sejalan dengan kearifan lokal yang luhur serta kemajuan zaman yang tak terhindarkan.
Menariknya, Ngurah juga menegaskan bahwa Nyepi tidak hanya menjadi perayaan eksklusif bagi umat Hindu. Lebih dari itu, Nyepi adalah sebuah peringatan tentang peristiwa alam yang memiliki relevansi universal bagi seluruh umat manusia.
Baca Juga: Silaturahmi Keuskupan Surabaya Hangatkan Lebaran di Rumah Khofifah
“Layaknya ibadah puasa dalam agama Islam yang memiliki manfaat universal, Nyepi juga menawarkan kesempatan untuk refleksi diri dan penghormatan terhadap alam. Oleh karena itu, esensi Nyepi dapat dihayati dan diamalkan oleh siapa saja, dengan cara yang sesuai dengan keyakinan masing-masing,” tuturnya.
Beliau juga berpesan kepada masyarakat yang merayakan Hari Raya Nyepi untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang diwariskan dan membangun toleransi yang kokoh antarumat beragama. Selain itu, pemahaman akan pentingnya merawat alam dengan baik akan memberikan manfaat yang besar bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga: Gebrakan Budaya! Menteri Fadli Zon Resmikan Kepri Ramadhan Fair 2025: Perpaduan Harmoni dan Tradisi
Berikut adalah rangkaian kegiatan yang umumnya dilakukan dalam perayaan Hari Raya Nyepi:
1. Malasti: Sebuah ritual penyucian alam dan diri manusia yang biasanya dilaksanakan dua hingga tiga hari sebelum Hari Nyepi tiba.
2. Pengerupukan: Upacara harmonisasi alam yang diwujudkan melalui persembahan pecaruan di perempatan jalan dan pawai ogoh-ogoh yang berfungsi sebagai sarana edukasi bagi generasi muda. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum Nyepi.
3. Sipeng (Hari Nyepi): Hari yang didedikasikan untuk perenungan mendalam dan introspeksi diri, sebagai momentum untuk memulai dan merencanakan langkah-langkah kehidupan ke depan.
4. Ngembak Geni: Sebuah simbol awal baru dalam kehidupan yang diharapkan selaras dengan perkembangan zaman dan modernisasi. Tradisi ini dilaksanakan sehari setelah Hari Nyepi.












