Dalam suasana Pemilu 2024, kontroversi muncul terkait sikap Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Said Aqil Siradj dan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang tetap memegang jabatan mereka meski secara terbuka menyuarakan dukungan politik.
Meski mendapat dukungan, alasan di balik keputusan ini dan pandangan Menteri BUMN Erick Thohir terkait keterlibatan dalam kampanye menjadi sorotan utama.
Dukungan Politik Komisaris BUMN
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan alasan di balik keputusan Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Said Aqil Siradj dan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang memilih untuk tidak mengundurkan diri dari jabatan mereka, meskipun keduanya secara terbuka menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Said Aqil menyatakan dukungannya untuk pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Cak Imin, sementara Ahok mendukung pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Arya menyatakan bahwa tidak ada masalah jika kedua komisaris BUMN tersebut menyatakan dukungan politik, selama mereka tidak terlibat dalam kampanye. Ia menegaskan bahwa mendukung tanpa berkampanye adalah hak setiap orang, termasuk komisaris BUMN.
“Mendukung boleh asal tidak ikut kampanye, itu sah-sah saja. Mereka tidak sedang berkampanye,” ujarnya di JCC Senayan, Senin (15/1).
Batasan dan Larangan Erick Thohir: Kewajiban Komisaris BUMN di Era Politik
Arya menambahkan bahwa setiap individu, termasuk komisaris BUMN, memiliki hak untuk memilih dan menyatakan preferensi politik mereka. Menurutnya, mendeklarasikan dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden tidak berarti secara otomatis terlibat dalam kampanye.
“Apakah seorang komisaris tidak boleh mendukung seseorang? Apakah hak pilih komisaris hilang begitu saja? Jika mereka menyatakan dukungan, itu adalah hak mereka, sama seperti yang dilakukan oleh Pak Ahok. Tidak ada perbedaan,” katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir telah mengeluarkan larangan bagi para direksi, komisaris, pengawas, dan karyawan BUMN untuk terlibat dalam kampanye Pemilu dan Pilkada 2024. Larangan ini tercantum dalam surat bernomor S-560/S.MBU/10/2023 yang dikeluarkan pada 27 Oktober 2023, yang mengatur keterlibatan BUMN dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
Surat tersebut menyatakan, “Tidak ikut serta atau terlibat dalam kegiatan kampanye Pemilu dan/atau Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam UU Pemilu dan UU Pemilihan Kepala Daerah.”
Erick juga menegaskan larangan penggunaan sumber daya BUMN, termasuk aset, anggaran, dan sumber daya manusia untuk kepentingan terkait Pemilu dan Pilkada. “Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, dan karyawan Grup BUMN dilarang menjadi pengurus partai politik. Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, dan karyawan Grup BUMN dilarang merangkap jabatan sebagai Kepala/Wakil Kepala Daerah atau Penjabat Kepala/Wakil Kepala Daerah definitif,” demikian bunyi surat tersebut.
Hak Dukung Politik Komisaris BUMN: Memahami Larangan dan Kewajiban di Era Pemilu 2024
Meskipun mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa tidak ada masalah selama komisaris BUMN tidak terlibat dalam kegiatan kampanye.
Dalam surat terbaru dari Menteri BUMN Erick Thohir, larangan keterlibatan BUMN dalam kampanye Pemilu dan Pilkada 2024 sangat tegas. Dalam pandangan ini, komisaris memiliki hak untuk menyatakan dukungan politiknya, asalkan tidak melibatkan diri dalam kampanye, dan larangan tersebut sangat ditekankan oleh pemerintah.