Jakarta, Memo
Keputusan Pemerintah Pusat untuk memangkas signifikan alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 telah membuka babak baru ketegangan fiskal. Anggaran TKD, yang diproyeksikan turun drastis, memicu reaksi keras dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), yang secara tegas menolak pemotongan dan menuntut penambahan alokasi.
Baca Juga: UNM dan Polisi Perkuat Penjagaan Usut Dugaan Bentrokan Mahasiswa di Parangtambung
Analisis kebijakan menunjukkan, konflik ini berakar pada dua narasi yang saling bertentangan: kebutuhan pusat akan efisiensi anggaran dan hak daerah atas independensi fiskal.
Pergeseran Prioritas: Dari Otonomi ke Sentralisasi Proyek
Kementerian Keuangan berargumen bahwa pemangkasan TKD—terutama komponen Dana Alokasi Umum (DAU)—bertujuan untuk mengoptimalkan belanja negara. Dana yang “ditarik” dari TKD dialihkan ke kementerian/lembaga (K/L) di pusat, yang kemudian akan membelanjakannya langsung untuk program yang secara fisik dirasakan manfaatnya di daerah.
Menurut Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, ini adalah langkah untuk mengatasi “ketidaksesuaian anggaran di daerah” dan memastikan dana terealisasi secara efisien. Secara netto, ia mengklaim total program untuk daerah justru meningkat.












