MEMO – Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, meluruskan penggunaan istilah “ladang” terkait penemuan tanaman ganja di sekitar 59 titik di kawasan Bromo. Menurutnya, istilah tersebut kurang tepat karena memberikan gambaran yang keliru kepada masyarakat.
“Bayangan masyarakat tentu sangat luas. Padahal, petak-petak tanaman ganja tersebut berukuran kecil, sengaja disamarkan, dengan luas yang bervariasi, ada yang 3×6 meter, ada pula 4×8 meter. Jadi, bukan ladang luas seperti yang dibayangkan,” jelasnya dalam wawancara, Kamis (20/3/2025) pagi.
Nugraha mengungkapkan bahwa petak-petak ganja tersebut terletak di lereng Gunung Bromo, di lokasi yang sangat sulit diakses. Hal inilah yang menyebabkan keberadaannya tidak terdeteksi oleh petugas Taman Nasional selama ini.
“Area ini terbilang sangat tersembunyi karena terletak di lereng dengan kemiringan yang curam,” ungkapnya. Lokasi petak-petak ganja tersebut berada di kawasan taman nasional yang berbatasan dengan desa, dan sebelum ditanami ganja, area tersebut dipenuhi semak belukar tinggi.
Nugraha tidak dapat memastikan kapan tepatnya ganja tersebut mulai ditanam di lereng Gunung Bromo. Namun, ia menduga bahwa keberadaannya sudah cukup lama, bahkan sebelum pihak kepolisian mengungkapnya pada pertengahan September tahun lalu.