Example floating
Example floating
Home

Benarkah Investasi Apple di Batam Tembus Rp16,1 Triliun? Kemenperin Ungkap Fakta Mengejutkan

Avatar
×

Benarkah Investasi Apple di Batam Tembus Rp16,1 Triliun? Kemenperin Ungkap Fakta Mengejutkan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

MEMO – Apple dilaporkan berencana membangun fasilitas produksi AirTag di Batam dengan nilai investasi mencapai USD1 miliar atau setara dengan Rp16,1 triliun. Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki perhitungan berbeda mengenai angka tersebut.

Menurut juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, nilai riil investasi yang dihitung secara teknokratis hanya mencapai USD200 juta. “Hasil analisis kami menunjukkan nilai investasi sebenarnya untuk pabrik AirTag Apple di Batam jauh lebih kecil dari USD1 miliar yang disebutkan dalam proposal mereka,” jelas Febri dalam keterangannya di Jakarta.

Pabrik ini diproyeksikan akan memproduksi sekitar 60% kebutuhan global AirTag dan direncanakan mulai beroperasi pada 2026. Diperkirakan fasilitas tersebut akan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.000 orang.

Kemenperin menyebutkan bahwa komponen nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak termasuk dalam penghitungan capex (capital expenditure). Capex hanya mencakup pembelian lahan, bangunan, serta mesin dan teknologi. Karena itu, angka USD1 miliar yang diajukan Apple dianggap tidak sepenuhnya mencerminkan investasi nyata.

“Jika memang investasi USD1 miliar itu murni untuk capex, seperti tanah, bangunan, dan teknologi, tentu dampaknya akan lebih besar, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja,” tambah Febri.

Dalam negosiasi pada 7 Januari lalu, Apple sempat meminta klarifikasi apakah nilai ekspor dan bahan baku bisa dimasukkan ke dalam capex. Namun, Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa kedua komponen tersebut tidak dapat dimasukkan.

Febri juga mengungkapkan bahwa investasi Apple selama periode 2020–2023 belum sepenuhnya mematuhi Permenperin No. 29 Tahun 2017. Apple masih memiliki kewajiban investasi sebesar USD10 juta yang jatuh tempo pada Juni 2023. Ketidakpatuhan tersebut memungkinkan Kemenperin menjatuhkan sanksi, mulai dari penambahan modal hingga pembekuan sertifikat TKDN HKT (Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk HKT).

Baca Juga  APBN 2025 Telat Lapor, Kinerja Langsung Dikuliti Habis Anggota Dewan

Namun, Kemenperin memilih memberikan sanksi paling ringan, yakni penambahan modal investasi dalam skema periode 2024–2026. Febri menambahkan, “Sanksi ini diberikan dengan harapan Apple segera membangun fasilitas produksi HKT di Indonesia. Jika tetap tidak patuh, sanksi lebih berat akan kami pertimbangkan.”

Hingga kini, Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple. Hal ini berdampak pada tertundanya penerbitan sertifikat TKDN dan TPP (Tanda Pengenal Produk), sehingga produk Apple, termasuk iPhone 16 series, belum bisa dipasarkan di Indonesia.

Febri menilai sebenarnya tidak ada hambatan berarti bagi Apple untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan iklim bisnis yang kondusif, ekosistem teknologi yang mendukung, serta kualitas SDM yang mumpuni, Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung ekspansi Apple.

“Apple hanya membutuhkan waktu untuk membangun fasilitas produksinya di Indonesia, termasuk membawa jaringan pemasok GVC (Global Value Chain) mereka,” ujarnya.

Febri juga membantah anggapan bahwa birokrasi Indonesia menghambat investasi. Ia menegaskan, Apple telah menikmati fasilitas investasi sesuai regulasi sejak 2017 tanpa adanya keluhan terkait birokrasi.

“Indonesia memiliki banyak talenta IT lulusan universitas terbaik yang siap mendukung produksi Apple. Jadi, argumen bahwa SDM Indonesia tidak mumpuni adalah tidak relevan,” pungkas Febri.