Kediri, Memo
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri menggelar aksi keprihatinan mengecam kekerasan yang dialami oleh jurnalis Tempo Surabaya Nurhadi di Surabaya. Aksi digelar di depan Sekretariat AJI Kediri, Jl Dr Soetomo, Kota Kediri, Senin (29/3) siang.
Aksi tersebut juga dilanjutkan dengan aksi damai di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Joyoboyo Kota Kediri, bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kediri, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kediri, jurnalis di Kediri Raya dan PPMI Dewan Kota Kediri.
Polisi Harus Usut dan Tidak Tegas Oknum Pelaku Kekerasan terhadap Wartawan Tempo
Melalui aksi ini AJI Kediri mendesak Kapolri untuk mengusut dan menindak tegas siapa pun yang terlibat termasuk anak buahnya dalam aksi kekerasan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya sesuai Undang-Undang nomor 40/1999 tentang Pers.
Aksi menutup mulut sendiri merupakan simbol pembungkaman. Massa juga membentangkan poster yang mengecam kekerasan tersebut
Sekretaris AJI Kediri Yanuar Dedy menyatakan, aksi ini merupakan bentuk keprihatinan AJI Kediri terhadap aksi kekerasan yang dialami oleh Nurhadi, jurnalis Tempo Surabaya, ketika melakukan tugas jurnalistik pada Sabtu (27 Maret 2021 malam hingga Minggu (28 Maret 2021) dini hari.
“Kami mengutuk keras kekerasan yang dialami oleh Nurhadi, apalagi diduga ada keterlibatan aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi warganya maupun jurnalis yang dilindungi Undang-Undang ketika melakukan tugasnya. Kapolri harus tegas dan melakukan penyelidikan secara transparan dengan menggunakan UU no 40/1999 tentang pers,” tegas Dedy.
Kekerasan Terhadap Jurnalis, Pidana Murni
Kekerasan terhadap jurnalis ini merupakan tindak pidana yang melanggar setidaknya dua aturan yakni pasal 170 KUHP mengenai penggunaan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang, dan pasal 18 ayat (1) UU Pers tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik. Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah seberat-beratnya lima tahun enam bulan penjara.
Dedy mengkhawatirkan terjadinya pembiaran hukum dalam tindak pidana kekerasan terhadap jurnalis ini. Menurut dia, lunaknya penegakan hukum terhadap hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap insan pers ini menjadi preseden buruk dalam penegakan demokrasi, kebebasan pers, dan kebebasan berekspresi.
“Faktanya, tingkat kekerasan terhadap jurnalis meningkat dari tahun ke tahun. Ini mengancam demokrasi,” ujarnya.
LBH Pers Catat Kekerasan Terhadap Wartawan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, kasus kekerasan terhadap wartawan pada 2020 meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. LBH Pers mencatat, pada 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap wartawan dan media, meningkat 32 persen dibandingkan pada 2019 (79 kasus).
Dari 117 kasus tersebut, sebanyak 99 kasus terjadi pada wartawan, 12 kasus pada pers mahasiswa, dan 6 kasus pada media, terutama media siber.
Sementara AJI Indonesia mencatat, pada 2020 terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan atau bertambah 31 kasus dibandingkan pada 2019 (53 kasus). Pelaku kekerasan paling banyak adalah aparat keamanan.
Seperti diketahui, Nurhadi mengalami kekerasan saat melaksanakan penugasan, untuk konfirmasi ke bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji terkait kasus suap yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korban diduga mengalami penyekapan dan kekerasan tiba di Gedung Samudra Morokembang. Dia dipukul berulangkali dan diintimidasi oleh ajudan Angin serta aparat kepolisian.
Menyikapi itu, AJI Kediri mendesak agar:
1. Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta untuk menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo dan memeriksa semua anggotanya yang terlibat. Setelah semua berkas penyidikan lengkap, Koalisi menuntut pelakunya dibawa ke meja hijau untuk menerima hukuman yang setimpal, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi dan memastikan kasus ini merupakan aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi terhadap jurnalis.
3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Dewan Pers, untuk meberikan perlindungan bagi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut dan mengawal proses hukum atas kasus ini.
4. Agar semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, demi terjaminnya hak publik untuk tahu dan mendapatkan informasi yang akurat mengenai isu-isu yang penting bagi orang banyak. (*)
Narahubung: