Indonesia bersiap-siap menyusul sejumlah negara yang telah mengubah statusnya dari pandemi menjadi endemi. Perubahan status ini diyakini dapat mempercepat pemulihan perekonomian dalam negeri.
Akan tetapi, dikatakan bahwa ada beberapa hambatan dalam pemulihan itu. Apa saja?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, perekonomian Indonesia tidak akan serta-merta meningkat setelah perubahan status tersebut. Sebab, ada kendala yang perlu dihadapi. Salah satunya soal kenaikan harga minyak dunia yang hari ini berada di angka USD 98,27 per barel.
“Tidak bisa (langsung meningkat ekonominya). Sekarang tantangannya sudah beda. Kalau harga minyak sudah di atas USD 100 per barel, kan otomatis inflasi yang ada di negara lain merembet ke Indonesia. Biaya logistik jadi mahal,” jelasnya ketika dihubungi JawaPos.com, Selasa (1/3).
Publik tentu berpikir bahwa dengan perubahan status menjadi endemi, mereka dapat lebih leluasa bergerak. Namun menurut Bhima, kondisi demikian tidak akan terjadi dalam waktu dekat
“Pandemi jadi endemi, masyarakat itu didorong untuk melakukan perjalanan ke luar kota. Tapi kalau harga BBM naik, kira-kira mereka pun akan berpikir ulang untuk melakukan perjalanan jauh. Ini yang menjadi batu ganjalan,” kata Bhima.