Dalam penelitian yang melibatkan 330 responden dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan pekerja, ditemukan bahwa 20,9 persen responden mengalami kemelekatan psikologis terhadap platform ini.
Sebagai tambahan, sebagian kecil pengguna YouTube (2,4 persen) mengakui mengalami ketagihan ekstrem, sementara 18,5 persen mengalami tingkat ketagihan yang lebih rendah. Meskipun demikian, mayoritas responden tidak mengalami ketagihan parah.
Selain itu, studi ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih cenderung menyukai konten hiburan daripada membaca. Data dari UNESCO menunjukkan bahwa hanya 0,001 persen penduduk Indonesia yang memiliki minat membaca, yang berarti hanya satu dari seribu orang Indonesia yang aktif membaca.
Menurut Austin Rausch, seorang konselor klinis yang berspesialisasi dalam masalah kecanduan hingga depresi, penggunaan berlebihan YouTube dapat menyebabkan ketergantungan karena daya tarik platform, rekomendasi yang disesuaikan, dan keberagaman konten yang terus-menerus.
Rausch menjelaskan bahwa sifat adiktif YouTube dapat terkait dengan pelepasan hormon dopamin di otak, yang terkait dengan kesenangan dan penghargaan.
Dia juga menyebutkan bahwa fitur putar otomatis dan algoritma rekomendasi pada YouTube dapat semakin memperkuat siklus ketergantungan ini.
Menuju Era Digital: Dominasi Media Sosial dan Dampak Psikologis di Indonesia
Dalam konteks ini, studi terperinci menyoroti bahwa fenomena YouTube memberikan dampak psikologis signifikan, dengan hampir 21 persen responden melaporkan kemelekatan terhadap platform ini.
Meskipun adanya risiko ketagihan, sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih konten hiburan dibandingkan membaca, menggambarkan pergeseran perilaku dalam konsumsi informasi digital.