Irwandy juga mengungkapkan bahwa cadangan nikel secara keseluruhan, baik jenis saprolit maupun limonit, diperkirakan masih tersisa sekitar 5,2 miliar ton. Namun, dengan tingkat konsumsi saat ini, yaitu sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonit, cadangan ini hanya akan bertahan selama 6 hingga 11 tahun ke depan.
Di tengah berkurangnya cadangan nikel, Irwandy menyoroti bahwa Indonesia masih memiliki sumber daya nikel sekitar 17 miliar ton di luar daerah yang belum dieksplorasi (green area). Ia mengingatkan bahwa permasalahan ini perlu menjadi perhatian bersama, karena dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia mungkin akan menjadi pengimpor bijih nikel. Hal ini mencerminkan esensi dari ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan yang sedang terjadi saat ini.
Cadangan Nikel di Indonesia: Antara Tantangan dan Peluang
Dalam tiga alinea sebelumnya, kita telah melihat bagaimana cadangan nikel di Indonesia semakin menipis akibat pengembangan smelter, baik untuk nikel berkadar tinggi maupun rendah. Konsumsi bijih nikel untuk berbagai keperluan, termasuk industri baterai, menghadirkan tantangan tersendiri.
Namun, di tengah permasalahan ini, potensi sumber daya nikel yang belum dieksplorasi menciptakan peluang untuk menjaga ketahanan pasokan. Dengan perencanaan dan tata kelola yang bijak, Indonesia dapat menjaga posisinya sebagai pemain utama dalam industri nikel global, dan memitigasi risiko menjadi pengimpor bijih nikel dalam beberapa tahun ke depan.
Tantangan dan peluang ini memerlukan perhatian bersama, serta kerja keras dalam mengelola sumber daya alam yang berharga ini.