Surabaya, Memo – Sebuah misteri menyelimuti politik Jawa Timur ketika Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024 dan juga eks Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim, dilaporkan menghilang sejak Rabu, 4 Juni 2025.
Kabar hilangnya politisi ini, yang pertama kali dilaporkan oleh keluarganya pada Minggu, 8 Juni 2025, ke polisi, langsung menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, Kusnadi adalah salah satu dari 21 tersangka yang ditetapkan KPK dalam perkara dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin, 9 Juni 2025, menyatakan bahwa KPK akan berkoordinasi erat dengan aparat penegak hukum (APH) terkait hilangnya Kusnadi, dengan harapan besar agar yang bersangkutan segera ditemukan demi kelancaran proses hukum.
Jejak Terakhir dan Laporan Orang Hilang
Menurut laporan yang diterima Polsek Balongbendo, Sidoarjo, Kusnadi terakhir terlihat di peternakan ayam miliknya di Desa Wonokarang, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo.
Saat itu, sekitar pukul 11.00 WIB, ia dijemput oleh tiga orang yang tidak diketahui identitasnya. Sejak momen tersebut, keberadaan Kusnadi menjadi teka-teki, memicu kekhawatiran yang mendalam di kalangan keluarga dan kolega politiknya.
Kehilangan Kusnadi ini bukan peristiwa biasa, terutama mengingat ia baru saja menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik KPK. Tercatat, pemeriksaan terakhir terhadap Kusnadi dilakukan pada 14 Mei 2025 di Polresta Banyuwangi. Meskipun materi pemeriksaan tidak dirinci ke publik, intensitas penyelidikan KPK terhadap kasus dana hibah ini menunjukkan betapa krusialnya peran Kusnadi dalam skandal tersebut.
Pusaran Korupsi Dana Hibah Jatim: Jaringan yang Meluas
Kasus dana hibah Jatim merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P. Simanjuntak. Sahat, yang kini telah divonis bersalah, diduga menerima suap terkait penyaluran dana hibah pokmas.
Dana hibah ini, yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur, mencapai angka triliunan rupiah dan ditujukan untuk berbagai badan, lembaga, dan organisasi masyarakat di Jatim. Modus operandi yang diduga melibatkan para pejabat dan pihak swasta ini telah merugikan keuangan negara secara signifikan.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah bekerja keras mengumpulkan bukti dan keterangan dari berbagai pihak. Hasilnya, total 21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Ini menunjukkan skala dan kompleksitas jaringan korupsi yang diduga melibatkan pejabat publik dan pihak swasta dalam pengelolaan dana rakyat.