Example floating
Example floating
UMKM

Pedagang Bakso Gulung Tikar Akibat Pasokan Daging Telat

×

Pedagang Bakso Gulung Tikar Akibat Pasokan Daging Telat

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

bakso daging
Memo.co.id- Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (Apmiso) Indonesia mengeluhkan ketersediaan bahan baku daging sapi yang terbatas sehingga mengancam kelangsungan usaha bakso.

Ketua Apmiso, Trisetio Budiman mengatakan akibat sulitnya memperoleh daging sapi dengan harga yang murah, maka para pengusaha bakso menggantinya dengan daging ayam, meskipun kualitas dan rasanya menjadi turun.

“Sudah sejak dulu, bakso selalu kita identikkan dengan daging sapi, tapi sekarang terpaksa dalam pembuatan bakso banyak dicampur dengan daging ayam dan juga tepung, karena memang ketersediaan daging kita masih belum memadai,” ujarnya di Jakarta, Jumat (25/12).

Dia menyatakan, sebenarnya penjual bakso lebih memilih daging sapi asli. Pasalnya, penggunaan daging ayam membuat penghasilan para penjual bakso mengalami penurunan.

“Ini kan soal rasa, kalau rasa itu tidak akan bisa dibohongi, apakah rasa daging sapi asli ataukah sudah tercampur dengan yang lain,” katanya.

Menurut dia, saat ini kondisi ekonomi Indonesia sudah sangat rumit. Oleh karena itu untuk bisa bangkit dari situasi tersebut, usaha kecil dan menengah harus dibangkitkan serta dioptimalkan perannya.

“Usaha bakso sangat berhubungan dengan jenis bisnis yang lain, seperti bisnis sambal, saos, kecap, tomat, mie dan yang lainnya. Kalau bakso ini tidak berjalan, pasar juga tidak akan berjalan baik,” katanya.

Oleh karena itu pihaknya mendukung kebijakan pemerintah, melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 58 tahun 2015 yang membuka izin impor daging variasi sapi karena saat ini tingkat kualitas bakso tanah air sudah mulai menurun seiring dengan kurangnya ketersediaan daging sapi dalam negeri.

Trisetio menyatakan, 90 persen bahan baku bakso merupakan daging sapi. Oleh karena itu jika ketersediaanya tersendat maka usaha yang saat ini ditekuni lebih dari 3,5 juta orang tersebut akan terganggu pula.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (AIPDI) Ishana Mahisa mengatakan untuk menghadapi MEA, produk pangan olahan Indonesia harus siap bersaing. Oleh karena itu, dia berharap, upaya untuk mengimpor daging variasi bisa terealisasi dengan baik, sehingga dapat memberikan nilai lebih pada produk pangan olahan tanah air.

Ishana menyatakan dengan dibukanya impor lima jenis daging variasi, antara lain daging pipi, daging lidah maka pelaku industri dapat mengakses daging impor lebih banyak, bahan baku lebih terjamin, dan menghasilkan produk dengan harga yang lebih kompetitif.

Menurut dia, selama ini industri mengimpor hampir 90 persen kebutuhan daging untuk industri mereka, dengan menyerap terlebih dahulu 0,5-3 persen daging lokal. Meskipuni demikian, daging lokal jumlahnya amat terbatas dan harganya jauh lebih mahal.

“Januari nanti MEA. Nah yang dilakukan Kementan ini memberikan relaksasi bagi industri hilir yang pertumbuhannya luar biasa. Sulit kalau bahan bakunya tidak tersedia,” katanya.

Dalam Permentan Nomor 58 tahun 2015, volume impor daging variasi seperti daging lidah dan daging pipi sapi dibatasi hanya 1,6 persen dari impor daging secara keseluruhan

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.