MEMO, Jakarta: Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 mengatur tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional di Indonesia.
Dalam setiap bentuk pembangunan, baik fisik maupun non-fisik, terdapat risiko yang perlu diperhitungkan, seperti risiko kesehatan dan keselamatan publik, kerusakan lingkungan, hilangnya nilai-nilai budaya, serta risiko politik dan ekonomi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya memperhatikan manajemen risiko pembangunan nasional, dampak yang bisa ditimbulkan, dan peran para intelektual dalam memastikan masa depan bangsa yang berkelanjutan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Pembangunan Nasional
Manajemen Risiko Pembangunan Nasional diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023. Segala bentuk pembangunan selalu memiliki risiko, baik itu risiko fisik, mental, nilai, budaya, maupun hukum.
Risiko Lingkungan dan Dampaknya dalam Pembangunan: Studi Kasus Kota Depok
Risiko-risiko tersebut dapat menyebabkan terhentinya pembangunan, kehilangan nilai-nilai adat istiadat, kerusakan lingkungan, korupsi, dan bahkan kehilangan nyawa manusia.
Oleh karena itu, Manajemen Risiko Pembangunan Nasional menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Risiko Pembangunan Nasional merujuk pada efek ketidakpastian yang terkait dengan tujuan Pembangunan Nasional.
Sebagai contoh, dalam bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pembangunan terowongan bawah tanah yang melibatkan pekerjaan konstruksi memiliki tingkat ketidakpastian dan risiko proyek yang tinggi.
Dalam pembangunan, risiko yang harus diperhitungkan meliputi kesehatan dan keselamatan publik serta lingkungan.
Sebagai contoh, pembangunan yang berfokus pada pengembangan pemukiman di Kota Depok, Jawa Barat, diduga berdampak pada kelangkaan sumber air tanah bagi masyarakat, yang kemudian berdampak pula pada industri perikanan dan pertanian lokal.
Pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta juga seharusnya tunduk pada kendali negara dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Kita dapat melihat bagaimana pembangunan berbagai pabrik dan usaha swasta, seperti peternakan sapi atau pabrik air kemasan, ternyata menguras sumber air tanah, sehingga berdampak pada kekeringan penduduk di sekitar Gunung Salak.
Berbagai teknik pembangunan yang perlu diperhitungkan juga melibatkan risiko keruntuhan konstruksi dan operasional, dampak terhadap publik, keterlambatan jadwal, komitmen terhadap lingkungan, kesulitan pemeliharaan, tantangan teknologi, ketidakperhitungan kondisi geoteknik, dan kenaikan biaya.
Risiko pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kepemimpinan yang teladan, sikap dan perilaku para pemimpin, transparansi, tata kelola, dan akuntabilitas.
Hal-hal ini menciptakan apa yang dikenal sebagai “budaya risiko”, yaitu nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan semua pelaksana.
Penghitungan risiko tidak hanya terkait dengan proyek yang sedang dikerjakan, misalnya apakah terowongan akan aman atau tidak, atau apakah pembangunan jalan tol akan selesai tepat waktu.
Dampak sosial, ekonomi, dan politik dari proses pembangunan juga harus diperhitungkan.
Sebagai contoh, pembangunan jalan tol Jakarta-Bandung berdampak pada penurunan ekonomi banyak usaha pangan di sepanjang Jalan Raya Cianjur.
Selain itu, perubahan ibu kota juga memiliki dampak politik, dengan dugaan bahwa konflik politik akan mereda di wilayah DKI Jakarta.
Risiko sosial dalam pembangunan jalan-jalan raya sampai ke pedesaan adalah hilangnya nilai dan budaya lokal desa. Bentuk kebersamaan, gotong royong, atau penghormatan terhadap pemimpin adat beralih ke nilai-nilai kapitalisme dan individualisme.
Oleh karena itu, idealnya kewenangan dalam memanajemen Risiko Pembangunan Nasional harus melibatkan para intelektual, terutama mereka yang memiliki kemandirian dan pemahaman yang holistik tentang ilmu lingkungan kesehatan, masyarakat, ekonomi, dan politik.
Dalam rangka mencapai pembangunan nasional yang berkelanjutan, penting bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk memperhatikan manajemen risiko pembangunan.
Peraturan yang mengatur hal ini telah ditetapkan, namun pelaksanaannya haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Risiko yang terkait dengan aspek fisik, mental, nilai, budaya, dan hukum harus diperhitungkan dengan seksama, agar dampak negatif seperti terhentinya pembangunan, kerusakan lingkungan, atau hilangnya nilai-nilai budaya dapat diminimalisir.
Selain itu, partisipasi para intelektual yang memiliki pemahaman holistik terhadap berbagai bidang juga menjadi penting dalam memastikan keberhasilan manajemen risiko pembangunan nasional.
Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.