Lanskap pekerjaan global tengah mengalami pergeseran seismik akibat gelombang kemajuan teknologi yang tak terbendung, terutama kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi. Bukan hanya itu, arus globalisasi, perubahan demografi yang dinamis, serta kebijakan pemerintah yang adaptif turut memainkan peran krusial dalam membentuk kembali peta kesempatan kerja bagi masyarakat.
Sebuah laporan teranyar dari World Economic Forum (WEF) bertajuk “Future of Jobs Report 2025” baru-baru ini meramalkan 15 jenis pekerjaan yang akan mengalami lonjakan pertumbuhan dan 15 jenis pekerjaan lainnya yang diprediksi akan mengalami penyusutan signifikan di masa depan.
Menelisik Dua Kubu Pekerja: Kerah Putih Versus Kerah Biru
Sebelum menyelami lebih dalam daftar pekerjaan yang bakal naik daun dan meredup, penting untuk memahami dikotomi klasik dalam dunia kerja: pekerja kerah putih (white collar) dan pekerja kerah biru (blue collar).
Merujuk pada Glints, istilah “blue collar” mulai populer pada dekade 1920-an untuk menggambarkan para pekerja di sektor pertambangan atau konstruksi yang lazim mengenakan pakaian kerja berwarna gelap, seperti jeans. Lambat laun, istilah ini meluas menjadi representasi kelas pekerja (working class) secara keseluruhan, yang seringkali memiliki latar belakang pendidikan vokasi. Hingga kini, sebutan pekerja kerah biru masih melekat pada individu yang mayoritas aktivitas kerjanya melibatkan keterampilan fisik atau terjun langsung ke lapangan, seperti teknisi, mekanik, dan insinyur. Mereka umumnya beraktivitas di lokasi seperti gudang, bengkel, atau area luar ruangan lainnya.
Di sisi lain, istilah “white collar jobs” mulai mengemuka pada era 1930-an. Menurut catatan BBC, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh penulis asal Amerika Serikat, Upton Sinclair, untuk menamai para pekerja kantoran. Julukan ini terinspirasi dari tren pekerja kantoran pada masa itu yang mayoritas mengenakan kemeja berkerah putih. Pekerja kerah putih umumnya memiliki bekal pendidikan formal setara Sarjana (S1), beroperasi di lingkungan kantor, dan mengemban tugas serta tanggung jawab yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan. Sistem penggajian mereka biasanya didasarkan pada jumlah jam kerja standar (sekitar empat puluh jam per minggu) dan cenderung memiliki pendapatan bulanan yang stabil.