Rencana pemblokiran platform digital populer seperti Google, WhatsApp, dan Netflix di Indonesia memunculkan sorotan atas penerapan UU ITE yang menuntut badan hukum bagi perusahaan teknologi. Dampaknya mengancam operasional perusahaan global yang belum memiliki entitas hukum di tanah air.
Dampak UU ITE: Badan Hukum Wajib, Ancaman Bagi Platform Global
Platform digital populer seperti Google, WhatsApp, dan Netflix yang beroperasi di Indonesia tengah menghadapi ancaman pemblokiran. Ancaman ini timbul akibat adanya persyaratan bagi perusahaan teknologi untuk memiliki badan hukum di Indonesia, sesuai amandemen dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Salah satu poin utama dari amandemen ini adalah Pasal 13 ayat (3), yang menegaskan bahwa penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang beroperasi di Indonesia harus memiliki badan hukum yang diakui di Indonesia dan juga beralamat di sini.
Sebelumnya, sebagian besar perusahaan teknologi global hanya memiliki kantor cabang di Indonesia tanpa membentuk badan hukum tetap di negara ini.
Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), menjelaskan kepada CNBC Indonesia bahwa ada dua peraturan yang sedang direvisi untuk mematuhi UU ITE, yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019.
Sebelumnya, peraturan tersebut meminta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk mendaftar. Namun, revisinya menuntut adanya badan hukum di Indonesia bagi PSE tersebut.
“Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 sebelumnya hanya mengatur registrasi bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Kini, dengan adanya revisi UU ITE, peraturan ini juga harus direvisi,” kata Usman.
Implikasi Revisi UU ITE: Platform Digital Tanpa Badan Hukum dan Ancaman Sanksi
Sedangkan PP 71 Tahun 2019, mengatur sanksi yang akan diterapkan pada PSE yang melanggar peraturan. Salah satu sanksinya adalah penutupan platform digital tersebut.