Pintu yang bisa membuka dan menutup sendiri yang membuat siapa saja yang masuk ke dalam piramida seakan tak bisa keluar lagi. Juga teori-teori perhitungan fisika yang rumit untuk mengangkat batu-batu raksasa sampai puncaknya.
Setelah Islam datang, lebih dari 90 persen penduduk negeri ini menerima cahaya hidayah. Sekalipun agama Kristen Koptik dan kepercayaan Mesir kuno telah ada lebih dulu. Dan selama berabad-abad Islam menjadi agama mayoritas.
Menariknya lagi, saat membebaskan negeri ini pasukan Muslimin pun tak menyentuh peninggalan Mesir kuno yang tak ternilai harganya.
Mereka biarkan kuil, patung-patung raksasa, pilar kokoh berpahatkan hieroglif yang memuat ilmu pengetahuan, makam-makam yang sebelumnya digunakan sebagai tempat pemujaan, tetap berada di tempatnya.
Tak ada kekhawatiran penduduk akan tergoda kembali ke kepercayaan lama. Dan ternyata memang tidak.
Islam menghunjam kuat dalam dada, karena mereka mengilmuinya. Terbukti dengan banyaknya institusi pendidikan luar biasa di negeri ini yang masih lestari.
Salah satu peninggalan hebat itu saya saksikan di kota Luxor. Namanya Masjid Abu Al Haggag. Masjid ini didirikan oleh seorang sufi bernama Abu Al Haggag dari Baghdad, yang hidup pada periode Abbasiyah abad 12 M.
Masjid itu menyatu dengan Luxor Temple. Abu Al Haggag memanfaatkan beberapa pilar yang menyembul sebagai tiang penyangganya. Bahkan di atas mihrab masih terlihat ornamen hieroglif.
Saya membayangkan, keterbukaan penduduk Mesir pada waktu itu tercermin pada sikap Mo Salah hari ini. Mengantarkan cahaya hidayah dengan cara yang santun.