Salah satu tujuannya adalah menghindari persepsi bahwa ada kementerian yang dianggap “sultan” karena menerima tunjangan kinerja atau tukin yang lebih tinggi, padahal beban kerjanya sama dengan instansi lain.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengakui bahwa penerapan single salary tidak mudah. Meskipun kebijakan ini diumumkan sejak tahun 2019, namun hingga saat ini belum sepenuhnya diterapkan di seluruh pemerintahan.
“Konsep single salary sebenarnya sudah ada sejak lama, sudah dikirim ke berbagai pihak, dan telah dibahas, tetapi ternyata pelaksanaannya tidak mudah,” kata Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, di gedung DPR, Jakarta, seperti dikutip pada Selasa (21/11/2023).
Averrouce menjelaskan bahwa pemerintah awalnya ingin menerapkan sistem penggajian ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja ASN. Asas proporsionalitas, menurutnya, menjadi kunci dari penerapan single salary, di mana yang tidak bekerja tidak akan mendapatkan tunjangan, dan penilaian kinerja akan didasarkan pada prestasi kerja.
Kesetaraan Gaji ASN dan Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Gaji Tunggal: Antara Impian dan Kenyataan
Dalam konteks ini, Taufik Hanafi menegaskan kehati-hatian pemerintah dalam menerapkan kebijakan gaji tunggal. Beliau menyuarakan kekhawatiran terkait kemungkinan beban keuangan daerah yang dapat menyebabkan beberapa daerah bangkrut.
Dengan demikian, pemerintah tidak ingin kebijakan ini menjadi pemicu sentimen negatif terhadap keuangan daerah. Konsep single salary, yang tengah dirancang, bertujuan untuk menciptakan kesetaraan gaji di antara ASN, menghindari persepsi ketidakadilan dalam penerimaan tunjangan.
Meskipun ide ini telah diumumkan sejak 2019, Kementerian PANRB mengakui bahwa implementasinya tidak mudah, mengisyaratkan bahwa asas proporsionalitas menjadi kunci utama.