Bab kedua, berjudul “Kepemimpinan yang Berkewajaran?” mengulas peran pemimpin dalam meningkatkan martabat bangsa, serta harapan akan pemimpin yang mampu membangkitkan semangat dan etos kerja masyarakat. Demokrasi yang sehat dan integritas personal sebagai pondasi bangsa juga menjadi fokus tulisan Sudirman Said.
Pada bab kelima, ia membahas solidaritas dengan contoh pandemi Covid-19, menekankan bahwa tidak hanya ilmu pengetahuan yang diperlukan, tetapi juga solidaritas dan gotong royong. Bab terakhir, “Bermanusia yang Memuliakan?” mencakup cerita tentang pertemuannya dengan berbagai kelompok masyarakat dan relawan yang sering terlupakan.
Dalam diskusi peluncuran buku ini, Prof. Dr. Siti Zuhro menyatakan bahwa “Bergerak dengan Kewajaran” merupakan pengingat untuk melakukan hal-hal baik, dan Indonesia memerlukan pemimpin teladan. Siti Hardianti Darma Pertiwi (Anti) sebagai perwakilan generasi muda mengungkapkan ketertegunannya atas realitas yang mewajarkan perilaku tidak wajar.
Erry Riyana Hardjapamekas menyimpulkan diskusi dengan setuju terhadap judul buku tersebut, bahwa kita semua perlu “bergerak dengan kewajaran.” Acara peluncuran buku ini dipandu oleh Amin Subekti dan melibatkan tokoh-tokoh seperti Prof. Siti Zuhro, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Siti Hardianti Darma Pertiwi sebagai panelis, serta Budiman Tanuredjo, Dadang Juliantara, dan penulisnya, Sudirman Said, sebagai penanggap.
Dari refleksi Sudirman Said, “Bergerak dengan Kewajaran” menjadi panggilan untuk masyarakat Indonesia bergerak menuju kehidupan publik yang lebih baik.
Dengan menggambarkan peran pemimpin, urgensi demokrasi sehat, dan pentingnya integritas, buku ini bukan hanya sekadar kritik, tetapi juga mengajak untuk bertindak. Prof. Dr. Siti Zuhro dan panelis lainnya melihatnya sebagai pengingat akan perlunya etika dalam berdemokrasi. “Bergerak dengan Kewajaran” mendorong kita semua untuk berpartisipasi aktif dalam membangun Indonesia yang adil, berkeadilan, dan berintegritas.