Program kompor listrik di Indonesia mengalami kebangkitan yang mengejutkan dengan menetapkan sasaran baru, yaitu golongan orang kaya. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, mengungkapkan bahwa setelah sempat dihentikan pada September 2022, program ini kini akan dihidupkan kembali, dengan fokus pada membantu golongan menengah atas.
Bagaimana proyek ini mencoba menyelesaikan masalah oversupply listrik dan apa tanggapan para ahli terhadapnya? Simak lebih lanjut dalam artikel ini.
Program Kompor Listrik Sasar Para Elite Masyarakat
Program kompor listrik tengah mengalami kebangkitan dan menetapkan sasaran baru, yaitu golongan orang kaya, demikian diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional ESDM, Djoko Siswanto, dalam konferensi pers terkait pencapaian sektor ESDM pada Rabu (17/1).
Program ini sebelumnya dihentikan pada bulan September 2022 setelah mendapatkan penolakan karena tidak menyasar orang miskin. Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mencoba menghidupkan kembali proyek tersebut.
Luhut dikabarkan memberikan instruksi agar program yang sebelumnya dihentikan dapat dievaluasi ulang.
“Saat rapat yang dipimpin oleh Pak Luhut kemarin, saya dihadirkan untuk memulai lagi proyek kompor induksi. Jadi, program yang sebelumnya dihentikan sedang dievaluasi kembali dan dimulai lagi,” ungkap Djoko Siswanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/1).
Tetapi, kali ini, program tersebut akan menyasar orang kaya, dengan kelas menengah atas menjadi target utama untuk mendukung proyek kompor listrik ini. Djoko menjelaskan bahwa pembagian kompor induksi seharga Rp2 juta dianggap terlalu mahal bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu, program ini akan dimulai dari golongan menengah ke atas yang dianggap lebih mampu.
Energy Watch Daymas Arangga menyoroti perlunya pemerintah untuk mengevaluasi urgensi proyek kompor listrik sebelum memulai kembali program ini. Ia mempertanyakan tujuan dan target yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui proyek ini, menyatakan bahwa ketidakjelasan mengenai target dan tujuan kebijakan kompor listrik menjadi hambatan utama.
Arangga menegaskan bahwa orang kaya seharusnya tidak menjadi target bantuan, dan mereka memiliki banyak opsi sumber energi lainnya. Ia menyarankan agar regulasi diterapkan pada golongan kaya untuk mencegah mereka membeli BBM dan LPG bersubsidi yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah.
Energy Watch juga mengklaim bahwa solusi untuk kebutuhan energi rumah tangga di Indonesia tidak dapat diatasi dengan pendekatan satu ukuran untuk semua. Misalnya, masyarakat pesisir lebih cocok menggunakan kompor surya, sedangkan masyarakat perkotaan dapat mengandalkan sumber jaringan gas alam yang sudah tersedia.
Di sisi lain, Direktur Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, memahami kompleksitas masalah rantai pasok LPG dan memprediksi potensi perlawanan saat pemerintah menjalankan program kompor listrik. Adhiguna menekankan perlunya komitmen kuat dari kepala negara untuk mendukung kebijakan berbasis data objektif.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, juga meragukan manfaat kompor listrik, terutama jika tujuannya adalah mengurangi oversupply pasokan listrik di Indonesia. Menurutnya, konsumsi listrik rumah tangga tidak signifikan, dan ia menyarankan agar program ini dilakukan secara bertahap.
Rektor Institut Teknologi PLN, Iwa Garniwa, memberikan peringatan mengenai potensi hambatan program kompor listrik jika kepentingan industri gas masih dominan. Ia menekankan bahwa kompor listrik bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah oversupply listrik, tetapi dapat membantu menekan penggunaan LPG.
Sekjen Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai program kompor listrik untuk golongan orang kaya. Ia menyatakan bahwa pemerintah akan memulai dengan tahap sosialisasi melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kembali ke Kompor Listrik: Pertimbangan dan Keraguan Terhadap Program Sasaran Golongan Orang Kaya
Di tengah rencana kembalinya program kompor listrik untuk golongan orang kaya, para ahli seperti Direktur Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, dan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyuarakan keraguan terhadap manfaat sejati program ini.
Mereka menyoroti kompleksitas rantai pasok LPG dan menekankan perlunya komitmen kuat serta evaluasi mendalam dari pemerintah sebelum melanjutkan proyek ini. Meskipun mungkin menjadi langkah positif dalam mengurangi oversupply listrik, program ini harus dijalankan dengan hati-hati dan disertai dengan solusi yang lebih komprehensif.