Ulasan itu ada benarnya. Dengan musim kemarau ini banyak petani harus banting tulang kerja ekstra keras hanya untuk menyelamatkan tanamanya. Ironisnya guru petani yaitu PPL justru tidak memberi jalan keluar secara standar teknis ilmu pertanian.
Seperti potret kesenjangan kaum agraris di Desa Ketandan Kecamatan Lengkong,Nganjuk. Untuk terhindar dari ancaman gagal panen, para petani harus memeras tenaga mencari air dengan mengandalkan sumber mata air dari sumur gali.
Persediaan air sumber inipun seperti dikatakan Sutarno bukan satu satunya solosi yang bisa meringankan beban petani akan ancaman gagal panen. Pasalnya menurut petani asal Desa Ketandan ini tidak akan mencukupi. ” Sedoyo petani ten mriki ngandalaken setunggal sumur. Sagete cekap kedah giliran,” ucapnya dengan logat jawa.
Pemandangan yang memprehatinkan saat wartawan melihat secara langsung bagaimana perjuangan keras kakek berumur hampir 70 tahun ini mengairi tanaman jagungnya yang masih berumur tiga minggu.
Dengan alat dua timba plastik untuk tempat air dan bambu untuk pikulannya, si kakek ini berjalan diatas pematang sawah dengan memikul beban dua timba berisi air untuk digunakan menyiram tanaman jagungnya.
Bisa dibayangkan dengan terik panas seperti ini ,air siraman yang diambilnya dari sumur gali akan cepat mengering. ” Mergi tenogo sepuh dados geh sak kiate mawon,” imbuhnya.
Perlu diketahui potret kesengsaraan petani seperti itu akibat dua waduk ( sumberkepuh dan lohgawe) mengering. Itu terjadi sejak dua bulan terakhir atau saat memasuki musim kemarau.(adi)