Blitar, Memo
Kasus dugaan putus kontrak proytek penbangunan Gedung Perpustakaan Kabupaten Blitar, dikritik Ketua
Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Mohammad Trijanto. Karena kontraktor yang tidak profesional dan diduga telah merugikan keuangan negara.
Ketua KRPK itu Moch Erdin Subchan yang merupakan sel bagian dari Ormas Ratu Adil mengatakan, Senin (04/11/2024) bahwa Pemkab Blitar dan aparat penegak hukum harus tegas kepada rekanan atau kontraktor nakal yang diduga merugikan keuangan negara.
” Kejadian putus kontrak ini tentunya akan menghambat pembangunan dan merugikan Pemkab Blitar. Untuk menjadikan efek jera harus tegas, jika ada dugaan mal kontruksi harus dilaporkan ke aparat penegak hukum,” Kata Trijanto.
Trijanto juga menjelaskan bahwa, putus kontrak dalam pekerjaan konstruksi adalah suatu bencana yang menimbulkan beberapa kerugian sebagai berikut:
Kerugian ke-1: masyarakat tidak bisa memanfaatkan gedung perpustakaan tersebut secara tepat waktu dan tertunda entah sampai kapan. Hal ini tentu bertentangan dengan Program Asta Cita Presiden Prabowo pada nomor empat yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM). Karena perpustakaan merupakan salah satu sarana penguatan SDM sebagaimana dimaksud.
Kerugian ke-2: akan ada tambahan biaya untuk proses ulang dalam rangka melanjutkan kembali gedung tersebut. Karena proses ulang akan dimulai lagi dari proses reviu ulang perencanaan, proses pengadaan ulang dan seterusnya yang tentu akan menbutuhkan biaya dan waktu dua kali lebih besar karena yang harusnya selesai sekali maka harus dilaksanakan dua kali.
Kerugian ke-3: akan ada kenaikan biaya konstruksi akibat kenaikan harga karena adanya inflasi. Dengan menggunakan data inflasi tahun 2023 sebesar 2,61% maka perhitungan kasar untuk proyek ini dengan nilai Pagu Anggaran sebesar 10 Milyar Rupiah maka akan didapat kenaikan harga sebesar 261 Juta Rupiah, bisa dibayangkan kalo pembengkakan tersebut digunakan untuk pembelian buku pengisi perpustakaan tentu akan mendapatkan ribuan buku yang bermanfaat
Kerugian ke-4: besarnya resiko kerusakan bangunan akibat pekerjaan mangkrak dan terskpose cuaca. Tentu dalam hal ini dibutuhkan kegiatan dalam rangka pencegahan atau perbaikan akibat kerusakan tersebut yang tentu akan membutuhkan biaya tambahan tambahan. Beberapa contoh resiko kerusakan pekerjaan yang masih mangkrak antara lain:
a. Sebuah dinding tentu akan sangat mudah ketika masih terekspos cuaca secara langsung dan belum diberi lapisan cat sebagai penahan cuaca.
b. Sebuah besi yang sudah terpasang namun belum dilakukan pengecoran terbungkus beton tentu akan menimbulkan karat yang akan menurunkan mutu.Dan lain sebagainya.
Kerugian ke-5: beban Pemerintah Daerah untuk menyediakan dana tambahan dari APBD untuk melanjutkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan anggaran yang semula diperoleh dari APBN namun ketika tidak selesai akan ada kemungkinan besar dilanjutkan pembiayaannya melalui dana APBD Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, putus kontrak apalagi yang sudah sangat parah dan terlambat seperti ini harus betul-betul dilakukan kajian untuk meminimalkan kerugian seperti di atas. Kondisi seperti ini menunjukkan lemahnya fungsi pengendalian dan pengawasan yang menjadi tugas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kelemahan tersebut antara lain adalah:
1. Keterlambatan PPK dalam menyatakan kontrak kritis. Hal ini bisa dilihat bahwa telah terjadi keterlambatan sebesar 36,77% dari yang seharusnya 74,64% namun hanya tercapai 37,87%. Hal ini membuktikan bahwa PPK tidak memahami esensi Syarat Umum Kontrak yang menyebutkan ketika keterlambatan mencapai 10% pada periode 0%-70% harusnya sudah dinyatakan kontrak kritis dan dilakukan uji coba pembuktian hasil rapat Show Cause Meeting (SCM).
2. PPK tidak memahami tahapan proses dalam penanganan kontrak kritis. Ada kemungkinan PPK tidak melaksanakan tahapan proses penanganan kontrak kritis sebagaimana diatur dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak. Karena ketika sudah dilakukan SCM maka seharusnya ada jadwal baru percepatan hasil kesepakatan SCM untuk dijadikan dasar penilaian komitmen penyedia apakah sesuai dengan jadwal baru hasil kesepakatan SCM apa tidak dengan tetap memegang keterlambatan maksimal di angka 10%.
3. Indikasi kesalahan manajerial pelaksanaan pekerjaan dan kelemahan pengawasan. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tentu akan ada alat kerja baik berupa peralatan dan personil minimal yang harus ada sebagaimana yang disyaratkan dalam proses tender. Konsistensi dan komitmen penyediaan tenaga dan alat minimal sebagaimana dimaksud harusnya sudah di uji pada saat pelaksanaan rapat persiapan kontrak sebagaimana diatur dalam Syarat Umum Kontrak. Dalam rapat persiapan kontrak juga dibahas tentang rencana kerja, organisasi kerja, tata cara pelaksanaan pekerjaan dan jadwal pekerjaan. Jika ini dilaksanakan secara baik maka PPK akan bisa menilai kemampuan manajerial perusahaan pelaksana sebagai bahan awal mitigasi pelaksanaan pekerjaan. Hasil komitmen kesepakatan dalam rapat persiapan kontrak tentu menjadi alat ukur dalam pelaksanaan apakah penyedia betul-betul menempatkan alat dan personil yang ditawarkan dan komitmen terhadap rencana kerja dan jadwal pelaksanaan. Tentu wajar jika kami berpendapat ada indikasi penempatan alat dan/atau personil yang tidak sesuai dari hasil yang disepakati di awal. Indikasi ini tidak hanya pada perusahaan penyedia namun bisa juga pada perusahaan konsultan yang tidak menempatkan personil sesuai kemampuan yang ditawarkan pada saat kontrak.
Dari kondisi rencana putus kontrak yang akan dilakukan oleh PPK maka seharusnya:
1. PPK wajib meminimalkan kerugian negara dan harus jelas siapa yang akan bertanggung jawab menanggung kerugian negara dan pembengkakan biaya sebagaimana disebut dia atas.
2. PPK harus cermat dalam melakukan perhitungan besaran kemajuan fisik yang diterima dengan menelaah arti dari pekerjaan terpasang dan pekerjaan berfungsi pada setiap bagian dalam kontrak untuk meminimalkan kerugian negara.
3. PPK harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan dan melindungi bahwa pekerjaan yang sudah terpasang tidak akan rusak jika dilanjutkan pada masa yang akan datang dengan pembebanan biaya kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab. (**)