Kemitraan antara TikTok Shop dan Tokopedia kembali mengguncang industri e-commerce Indonesia, memperluas cakupan pasar dengan prediksi persaingan yang semakin ketat.
Namun, perhatian terhadap regulasi menjadi sorotan penting guna mencegah dampak negatif terhadap UMKM di tengah lonjakan penjualan produk impor.
Mengguncang Pasar: Investasi Besar dan Potensi Dominasi Pasar E-commerce
Toko TikTok kembali beroperasi di Indonesia dengan bekerja sama dengan Tokopedia pada hari ini, Selasa (12/12). Ini akan memperketat persaingan di industri e-commerce.
Namun, beberapa pihak menyerukan kepada pemerintah untuk mengatur regulasi dengan baik agar lonjakan e-commerce tidak merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di dalam negeri.
Khususnya terkait barang yang dijual, karena dikhawatirkan lebih banyak barang impor daripada produk lokal.
Kemitraan ini terbentuk setelah TikTok menginvestasikan dana sebesar US$1,5 miliar atau sekitar Rp23,4 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.617) dan menguasai 75,01 persen saham Tokopedia.
“Sebagai bagian dari kemitraan ini, Tokopedia dan TikTok Shop Indonesia akan digabungkan, dan TikTok akan mengelola bisnis e-commerce-nya melalui PT Tokopedia, di mana TikTok akan memiliki kendali 75,01 persen atas PT Tokopedia. Tokopedia juga akan mengambil alih bisnis TikTok Shop Indonesia,” ungkap Tim Hubungan Investor Grup GoTo dalam Lampiran Informasi untuk Pemegang Saham terkait investasi tersebut pada Senin (11/12).
Salah satu alasan utama dari kerja sama strategis ini adalah perkembangan pesat live commerce di wilayah ini.
Kolaborasi ini dianggap sebagai upaya untuk mencapai lebih banyak pengguna.
“Kerjasama ini akan saling melengkapi, mengingat Tokopedia dan TikTok memiliki basis pengguna yang berbeda,” katanya.
Ke depannya, layanan belanja dalam aplikasi TikTok di Indonesia akan dikelola oleh Tokopedia. Sementara situs web dan aplikasi Tokopedia akan tetap beroperasi seperti biasa.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyatakan bahwa kemitraan ini akan memberikan manfaat besar bagi kedua perusahaan. Kenaikan jumlah pengguna dijamin akan terjadi.
Menurut data Nailul, jumlah pengguna TikTok Indonesia saat ini mencapai sekitar 106 juta pengguna, menjadi yang terbanyak kedua di dunia. Bahkan ketika TikTok Shop tutup, jumlah pengguna tetap stabil dan transaksi jual-beli dapat dilakukan meskipun pembayaran tidak langsung dan membutuhkan aplikasi lain.
Maka dari itu, pengguna TikTok di Indonesia yang berminat berbelanja dan belum memiliki akun Tokopedia akan secara otomatis mendaftar. Sebaliknya, pengguna Tokopedia yang ingin melihat produk secara live shopping akan membuat akun TikTok.
“Dengan adanya kerjasama antara Tokopedia dan TikTok, pengalaman bersosial media sekaligus berbelanja akan kembali. Ini dapat meningkatkan loyalitas pengguna TikTok dan menambah pengguna TikTok dari para penjual di platform Tokopedia, begitu juga sebaliknya,” tutur Nailul.
Kemitraan TikTok Shop dan Tokopedia: Mengejar Kesuksesan di E-commerce
Dengan kerja sama ini, Nailul percaya Tokopedia bisa lebih kompetitif dengan Shopee, terutama dalam live shopping yang sebelumnya menjadi kelemahan.
“Tokopedia juga dapat menggunakan fitur live shopping di TikTok untuk meningkatkan transaksi melalui sistem Tokopedia yang telah memiliki izin sebagai platform e-commerce,” jelasnya.
Namun, Nailul memperingatkan agar tidak terulang masalah sebelumnya. Ia berharap pemerintah dapat mengatur regulasi dengan baik, terutama terkait komposisi barang impor yang dijual tidak hanya oleh TikTok dan Tokopedia, tapi juga e-commerce lainnya.
Di sisi lain, Ronny P Sasmita, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, mengatakan meskipun kemitraan ini menguntungkan keduanya, namun tidak serta-merta membuat Tokopedia mendominasi e-commerce di Indonesia.
Kerja sama ini akan memperkuat posisi keduanya dan memperbesar peluang menarik pengguna baru.
Namun, untuk dominasi di e-commerce Indonesia, akan bergantung pada inovasi dan terobosan yang dilakukan keduanya, sesuai dengan perilaku konsumen di Tanah Air.
“Saya belum melihat tanda kuat bahwa kerjasama ini akan membuat mereka bisa mendominasi pasar e-commerce nasional, karena yang utama bukanlah kerjasama itu sendiri, melainkan bagaimana kelebihan dan inovasi yang akan mereka tawarkan kepada konsumen setelah kerjasama berlangsung,” jelasnya.
Seperti yang diungkapkan Nailul, Ronny juga menyarankan agar pemerintah mengatur komposisi barang yang dijual, dengan lebih banyak produk UMKM.
“Jika pemerintah tidak mengatur komposisi barang yang dijual, maka ini akan merugikan UMKM, seperti yang terjadi dengan TikTok Shop sebelumnya. Karena? Karena TikTok Shop berasal dari China, yang secara strategis digunakan oleh China sebagai alat untuk mengekspor produknya,” tambahnya.
Karena masalah utamanya adalah lebih banyaknya barang impor dibandingkan dengan produksi lokal di e-commerce.
“Jika pemerintah tidak mengatur perdagangan cross border via e-commerce dengan detail, maka kerjasama antara TikTok Shop dan GoTo akan kembali menjadi panggung produk-produk impor dari China,” tegasnya.
Peluang dan Tantangan Kemitraan TikTok Shop – Tokopedia dalam E-commerce Indonesia: Mencari Kesuksesan di Tengah Persaingan Ketat
Kemitraan strategis antara TikTok Shop dan Tokopedia di Indonesia menjadi langkah besar dalam memperluas pangsa pasar e-commerce. Dengan investasi yang signifikan, keduanya berharap dapat meningkatkan jumlah pengguna serta mengoptimalkan fitur live shopping untuk memperkuat posisi mereka.
Meski demikian, ada keprihatinan terhadap dominasi barang impor dibandingkan produk lokal, yang mendorong perlunya regulasi yang ketat untuk menjaga keberlangsungan UMKM.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, inovasi dan perhatian pada karakter konsumen Tanah Air menjadi kunci bagi kedua perusahaan untuk meraih kesuksesan di pasar e-commerce Indonesia.