Jakarta, memo.co.id
Aksi demo menolak PKI bangkit kembali di Indonesia ini yang melibatkan ormas Front Pembela Islam (FPI) bersama 49 ormas serta para Jenderal dalam Gerakan Bela Negara (GBN) lainnya yang menerjunkan sebanyak 20.000 orang di depan Istana Negara Jakarta, Jumat 3/6/2016.
Seluruh massa yang melakukan ‘Jihad Konstitusional’ berkumpul di Masjid Istiqla untuk melakukan Sholat Jum’at dan melanjutkan Long March ke Monas dan ke Istana Negara pada pukul 13.00 WIB. Massa yang melakukan aksi ini membawa atribut yang menolak untuk PKI bangkit kembali di Indonesia.
Menurut KH Awit Masyhuri yang sebagai sekjen DPP FPI, aksi ini bertujuan untuk meminta kepada Presiden RI untuk tidak menyatakan permintaan maaf atas nama negara terhadap PKI atau keluarga PKI.
“tujuan kami yaitu meminta kepada pemerintah selaku presiden RI yaitu Ir. H Joko Widodo agar tidak menyatakan permintaan maaf atas nama negara terhadap PKI atau keluarga PKI yang mengaku dirinya sebagai korban. Karena kalau PKI ditempatkan diposisikan sebagai korban, berarti dengan ini negara penjahatnya, dengan ini Tentara penjahatnya, dengan ini ulama penjahatnya”. Ucap Sekjen DPP FPI.
Lanjut pada aksi ini menyatakan untuk menolak paham Komunisme yang bertentangan dengan dasar Negara RI.
“Oleh karenanya, aksi pada sore hari ini satu kata, lindungi NKRI , tetap Pancasila sebagai dasar Negara, tidak ada ruang dan tempat PKI bangkit kembali di NKRI, pokoknya kami akan berjuang sampai tetes darah penghabisan untuk mengawal NKRI ini menjadi Negara yg diberkahi oleh ALLAH SWT. menjunjung tinggi hukum-hukumnya dan kami menolak paham komunisme yang tentu bertentangan dengan dasar Negara Indonesia” , ujar KH Awit Masyhuri.
Lalu ada tiga bukti nyata ancaman PKI di Indonesia menurut Sekjen DPP FPI seperti adanya beberapa pihak yang ingin berupaya mencabut TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, dengan adanya syimposium dan munculnya atribu-atrbut yang melambangkan PKI.
“Yang pertama ada beberapa pihak yang ingin berupaya dan berusaha mencabut TAP MPRS nomor 25 tahun ’66, itu adalah landasan hukum untuk mencegah dan menolak bangkitnya komunis di Indonesia, Lalu yang ke dua dengan adanya symposium yangg dibuat oleh LEMHAMNAS yg dipimpin oleh Letnan Jendral Purn. Agus Widoyo beberapa waktu yang lalu disana merekomendasikan untuk mencari kuburan massal yaitu dari korban pihak PKI berarti ini ada indikasi bahwa pemerintah ingin membuka ruang untuk meminta maaf atas Negara kepada mereka apabila kuburan massal itu bisa didapat. Lalu yang ketiga dengan menyebarnya atribut-atribut PKI seperti atribut palu arit lalu kemudian dengan munculnya lagu PKI seperti genjer-genjer dan lain sebagainya lalu kemudian munculnya film-film PKI seperti JAGAL, SENYAP dan lain sebagainya”, lanjut ucap Sekjen DPP FPI.
Sekjen DPP FPI menuturkan adanya anggota DPR dari Partai PDI-Perjuangan yang membuat dua buku yang menyatakan dirinya sebagai anak PKI
“Begitupula ada anggota DPR membuat dua buku yg sangat demonstrative yaitu yang pertama berjudul ‘Saya Bangga Menjadi Anak PKI’ yang kedua ‘Anak PKI Masuk Parlemen’ yaitu yang ditulis oleh Dr Rika Ciptan dari partai PDI-Perjuangan, dia ini adalah anak PKI dan dia telah mengakui didalam bukunya”, lanjut ucap Awit.
Aksi demo ini dijaga ketat oleh pihak kepolisian dan aksi ini berakhir pada pukul 18.00 WIB yang mana para demonstran membubarkan diri.
Hasil pertemuan beberapa perwakilan dari ulama dikutip dari akun twitter @DPP_FPI sebagai berikut: pemerintah harus akomodir hasil rekomendasi Simposium Nasional di Balai Kartini, meminta kepada presiden Jokowi untuk tidak pernah berfikir untuk minta maaf kepada PKI, Menkopulhukam nyatakan juga tidak setuju jika presiden harus minta maaf kepada PKI, meminta kepada Menteri Pendidikan agar sejarah pengkhianatan PKI dimasukkan kembali dalam kurikulum pendidikan, para ulama dan Purnawirawan TNI juga meminta film pemberontakan G30S/PKI diputar kembali, selain itu TNI Polri harus tindak yang pakai atribut PKI gelar acara bau komunis dan pemerintah jangan menghalangi TNI Polri untuk lakukan tindakan tersebut.
“Kalau TNI Polri tidak mau tindak kegiatan – kegiatan komunis, maka jangan salahkan umat yang akan membubarkan setiap acara kamunis.” Tegas Habib Rizieq Syihab.(Jamaludin)