MEMO – Pemerintah Indonesia bersiap memberikan amnesti kepada 44.000 narapidana, termasuk pengguna narkoba dan kasus-kasus yang terkait Papua. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, dalam keterangannya baru-baru ini.
“Kami akan meminta pertimbangan resmi dari DPR setelah pengajuan amnesti diajukan ke parlemen,” ujar Supratman.
Supratman menjelaskan beberapa jenis kasus yang menjadi pertimbangan untuk menerima amnesti ini, antara lain:
- Narapidana dengan kondisi kesehatan tertentu.
- Pelanggar Undang-Undang ITE yang terkait dengan penghinaan terhadap Kepala Negara.
- Narapidana terkait kasus Papua yang tidak terlibat dalam aksi bersenjata.
- Pengguna narkotika yang semestinya menjalani rehabilitasi, bukan hukuman pidana.
Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), amnesti adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu. Amnesti dalam jumlah besar yang melibatkan banyak orang disebut sebagai “amnesti umum,” yang telah diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945.
Di Indonesia, amnesti merupakan hak prerogatif Presiden dalam sistem yudikatif. Namun, pelaksanaannya tetap memerlukan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berdasarkan pid.kepri.polri, amnesti diberikan melalui keputusan presiden setelah mendapatkan persetujuan DPR. Amnesti dapat diberikan kepada mereka yang sedang menjalani pembinaan, menjalani proses hukum, atau bahkan telah selesai menjalani pidana.
Amnesti tidak hanya sebatas pengampunan hukum, tetapi juga memiliki peran penting dalam mengatasi konflik dan menjaga stabilitas negara. Biasanya, amnesti diberikan dalam konteks politik, seperti kepada tahanan politik atau individu yang dianggap berkontribusi pada konflik ideologis.
Dengan pemberian amnesti ini, pemerintah berharap dapat memberikan solusi atas berbagai persoalan hukum yang masih berlangsung, sekaligus mendorong pemulihan kondisi sosial dan politik di Indonesia.