Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggarisbawahi target ambisius untuk mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem menjadi 0% – 1% pada tahun 2024. Namun, menteri dan pakar ekonomi menyatakan bahwa capaian tersebut akan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan.
Target Penurunan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia
Target Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah mengurangi kemiskinan ekstrem menjadi 0% – 1% pada tahun 2024. Namun, beberapa menteri mengungkapkan bahwa mencapai target ini akan sulit.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, tingkat kemiskinan ekstrem saat ini berada di 1,12%, dengan penurunan sekitar 0,90% dari tahun 2022 hingga 2023. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa mencapai target 0% akan menjadi tugas yang sulit.
“Mengharapkan kemiskinan ekstrem mencapai 0% pada tahun 2024 mungkin tidak realistis. Saya rasa angka 0% sangat tidak mungkin, setidaknya akan berada di bawah 0,5%,” katanya, mengutip pernyataan dari Sekretariat Wakil Presiden pada Jumat (23/2/2024).
Muhadjir menjelaskan bahwa jika penurunan hanya sebesar 0,9% pada tahun sebelumnya, kemungkinan penurunan hanya akan mencapai 0,5% pada tahun ini.
“Saya rasa mencapai 0% sangat tidak mungkin, karena pada tahun 2023 tingkat kemiskinan ekstrem sudah mencapai 1,12%. Jika kita asumsikan penurunan setengah dari penurunan sebelumnya, misalnya 0,5%, itu sudah pasti akan berada di bawah 1%,” katanya.
Selain itu, Muhadjir juga menyebutkan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan sulitnya mencapai angka kemiskinan ekstrem 0%, terutama dengan jumlah populasi yang besar di Indonesia.
“Tidak mungkin secara langsung, mengingat jumlah penduduk miskin ekstrem masih sekitar 6 juta, sedangkan yang miskin masih sekitar 26 juta, sehingga angkanya sangat besar. Selain itu, faktor-faktor penyebab kemiskinan juga sangat beragam,” ujarnya.
Tinjauan Target Kemiskinan Ekstrem Jokowi
Sebelumnya, menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa juga mengungkapkan bahwa penurunan angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% merupakan tantangan yang berat.
Hal ini disampaikan oleh Suharso dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu, (5/4/2023).
“Diperlukan usaha yang besar, oleh karena itu, perlu perbaikan total dalam pengumpulan data dan program-program yang terintegrasi dengan pemberdayaan ekonomi yang massif,” paparnya.
Lebih lanjut, menurutnya, target tersebut akan semakin sulit dicapai karena adanya perubahan dalam biaya kebutuhan hidup sehari-hari yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Sebagaimana diketahui, Bank Dunia telah mengubah garis kemiskinan ekstrem dari US$ 1,90 menjadi US$ 2,15 per kapita per hari.
Dengan penggunaan angka US$ 2,15, pemerintah hanya akan mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 2,5%.
Dengan demikian, jika pemerintah menggunakan indikator US$ 1,9 per kapita per hari, penurunan tingkat kemiskinan ekstrem hanya dapat dicapai di level 1,2%. Namun, Suharso tetap memastikan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk mencapai target tersebut.
Tantangan Mencapai Target Kemiskinan Ekstrem: Analisis dan Proyeksi untuk Tahun 2024
Meskipun Presiden Jokowi menegaskan tekadnya untuk mengurangi kemiskinan ekstrem menjadi 0%, para menteri seperti Muhadjir Effendy dan Suharso Monoarfa menyatakan keraguan mereka terhadap ketercapaian target tersebut.
Muhadjir menyebutkan bahwa penurunan signifikan yang sudah terjadi sebelumnya masih belum cukup untuk mencapai angka nol persen. Begitu pula dengan Suharso, yang menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi, terutama dengan revisi Bank Dunia terhadap garis kemiskinan ekstrem.
Kesulitan dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk jumlah populasi yang besar dan perubahan biaya kebutuhan hidup. Dengan demikian, upaya pemerintah untuk mencapai target tersebut memerlukan langkah-langkah konkret yang terintegrasi secara menyeluruh serta pemberdayaan ekonomi yang massif.