ASN, hakim Mahkamah Konstitusi, komisaris BUMN/BUMD, serta pejabat negara lainnya yang menjabat dalam berbagai instansi tidak diizinkan untuk berperan sebagai pelaksana atau anggota tim kampanye pada Pemilu 2024. Aturan ini berlaku juga bagi ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia.
Peraturan ini telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (3), yang secara tegas menyatakan larangan bagi siapapun yang termasuk dalam kategori tersebut untuk terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye dalam Pemilu.
Pelanggaran terhadap aturan ini akan menimbulkan konsekuensi hukum serius bagi ASN. Mereka dapat dikenakan tindak pidana Pemilu yang berpotensi mengakibatkan hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp12 juta.
Ancaman ini diatur dalam Pasal 494, yang mengindikasikan sanksi bagi ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan tersebut.
Peraturan Larangan Partisipasi ASN dan Dampaknya pada Pemilu 2024
Kontroversi muncul ketika seorang yang diduga sebagai ASN dari Boyolali mengungkapkan melalui video viral bahwa ada instruksi dari bupati untuk mendukung calon dari partai tertentu dalam Pemilu 2024. Orang yang diduga ASN tersebut juga menyebutkan bahwa ASN Boyolali diwajibkan untuk ikut serta dalam mendukung pemenangan calon dari partai tersebut, dengan ancaman untuk dipindahkan ke tempat yang jauh jika menolak.
Lebih lanjut, dia mengungkap bahwa rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari Pemdes juga dipengaruhi oleh rekomendasi dari partai politik, yang menyebabkan mereka harus memberikan kontribusi kepada partai tersebut.