MEMO.CO.ID, JAKARTA – Skandal pemilihan presiden tahun 2024 mencuat ketika gugatan terhadap hasil pilpres diajukan ke Mahkamah Konstitusi, dengan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud memperjuangkan diskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran. Drama politik dan perselisihan capres-cawapres meresap pasca pemungutan suara, menciptakan ketegangan yang belum usai.
Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Gugat Hasil Pilpres ke MK
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih berada dalam ketegangan, meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mengumumkan hasil resminya pada Rabu (20/3/2024). Perselisihan muncul ketika kedua kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) mengajukan gugatan terhadap hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut KPU RI, pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, memenangkan pilpres dalam satu putaran dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,58 persen. Sementara itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menempati urutan kedua dengan perolehan 40.971.906 suara atau 24,95 persen. Sedangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, berada di urutan terakhir dengan raihan 27.040.878 suara atau 16,47 persen.
Gugatan atas hasil pemilu ini diajukan oleh kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke MK, dengan keduanya menuntut diskualifikasi Prabowo-Gibran. Meskipun demikian, pihak Prabowo-Gibran yakin bahwa gugatan tersebut tidak akan diterima oleh MK. Gugatan pertama diajukan oleh Tim Hukum Nasional (THN) Anies-Muhaimin, menyusul pengumuman hasil pemilu oleh KPU pada Kamis (21/3/2024) pagi. Mereka mengajukan permohonan agar pemilu diulang tanpa keikutsertaan Gibran, yang dianggap sebagai biang permasalahan Pilpres 2024.
Alasan serupa juga diungkapkan oleh Tim Hukum Timnas Amin, Zainuddin Paru, yang menginginkan diskualifikasi Prabowo-Gibran karena dianggap tidak layak. Mereka juga menyiapkan banyak bukti, termasuk dugaan penyelewengan bantuan sosial (bansos) selama kampanye Pemilu 2024. Sementara itu, Anies dan Muhaimin menyebut adanya dugaan penyimpangan sejak awal tahapan pemilu. Mereka menyuarakan permasalahan ini dalam keterangan video yang diunggah di YouTube Anies Baswedan pada Rabu (20/3/2024). Anies menyadari bahwa upayanya mengajukan sengketa pilpres ke MK mungkin tidak akan banyak mengubah hasil, tetapi ia ingin memastikan bahwa tidak ada lagi penyimpangan yang terjadi. Tindakan yang sama juga diambil oleh Tim Hukum Ganjar-Mahfud, yang mengajukan sengketa hasil Pilpres 2024 ke MK pada Sabtu (23/3/2024).
Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, dengan alasan bahwa pencalonan Gibran telah menimbulkan masalah sejak awal. Meskipun mengetahui bahwa permintaan mereka mungkin sulit dikabulkan, mereka memilih untuk mempertahankan langkah konstitusi demi menjaga demokrasi di Indonesia. Di sisi lain, pihak Prabowo-Gibran menanggapi gugatan tersebut dengan menyatakan bahwa permintaan diskualifikasi yang diajukan oleh kubu Anies dan Ganjar terlambat dan tidak konsisten. Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo telah dilakukan secara sah, dan menunjukkan keanehan bahwa gugatan diajukan setelah Pilpres 2024 selesai.
Lebih lanjut, Yusril mengingatkan bahwa sengketa proses administratif harus diselesaikan sebelum tahapan Pilpres 2024 berlanjut, dan bahwa mempertanyakan hal-hal administratif setelah pilpres selesai adalah tidak tepat. Meskipun demikian, pihak Prabowo-Gibran siap untuk menjawab semua dalil yang diajukan oleh pemohon di MK, dengan menyiapkan argumentasi hukum yang kuat. Mereka percaya bahwa MK akan memahami kewenangannya dalam mengadili sengketa hasil pilpres, dan bahwa putusan yang akan diambil akan sesuai dengan hukum dan konstitusi.
Drama Politik: Perselisihan Capres-Cawapres Hantui Pasca Pemilu
Pertarungan politik pasca-pemilu semakin meruncing dengan kedua kubu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi dengan tuntutan diskualifikasi terhadap pasangan Prabowo-Gibran.
Meskipun harapan untuk perubahan besar mungkin tipis, kedua belah pihak tetap bersikeras memperjuangkan kepentingan politik mereka di panggung hukum. Situasi ini menunjukkan tegangnya dinamika politik Indonesia pasca-pemilu yang berdampak pada stabilitas politik negara.