Jakarta, Memo.co.id
Tewasnya saksi kunci kasus mega korupsi e-KTP, Johannes Marliem, menambah hirup pikuk pengungkapan kasus e-KTP yang dilakukan olek KPK. Bahkan, nama nama anggota DPR yang ada dalam tuntutan dan dakwaan jaksa KPK, hilang ketika majelis hakim Tipikor membacakan vonis untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
Dua peristiwa besar, tewasnya saksi kunci dan hilangnya nama nama anggota DPR yang menerima aliran dana kasus e- KTP, kian memperuncing pengusutan kasus besar yang dilakukan oleh KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaijn di tekan oleh politisi di Senayan dengan pembentukan Pansus KPK, juga mendapat tekanan dari beberapa pihak.
“Dari informasi yang diterima KBRI Washington DC dari otoritas keamanan AS, jenazah yang ditemukan meninggal adalah Johannes Marliem,” ujar Armanatha Juru bicara Kementerian Luar Negeri. Johannes Marliem dikabarkan tewas diduga bunuh diri. Hanya saja hingga saat ini belum diketahui apa penyebab kematian Marliem.
Dalam surat tuntutan jaksa KPK terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, keterlibatan Johannes sedikit diungkap. Dia merupakan provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1. Marliem juga merupakan Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik.
Sementara itu, majelih hakim Tipikor yang menangani kasus e-KTP, dicurigai KPK sebagai biang hilangnya nama nama anggota DPR RI penerima aliran dana e KTP dari tersangka kasus KTP. Komisi Yudisial (KY) akan memeriksa majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait lenyapnya sederet nama anggota DPR dalam vonis korupsi e-KTP. Hilangnya nama-nama tersebut terungkap saat Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan vonis untuk dua terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto.
Awalnya, ada 13 nama anggota DPR dari 38 pihak yang diduga menerima duit e-KTP di tuntutan maupun dakwaan jaksa. Di vonis itu, tersisa 19 pihak yang masih disebut hakim. Sebagian besar nama yang menghilang merupakan anggota DPR aktif, ataupun eks anggota DPR.
“Kita akan memeriksa (majelis hakim) ada proses yang harus dilewati l, karena harus ada pemeriksaan saksi-saksi dan bukti. Dan mungkin saja kalau dibutuhkan, hakim yang bersangkutan diperiksa,” ujar Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari. ( ed )