Example floating
Example floating
banner 728x250
HumanioraKEDIRI

Ritual ‘Pengantin Tebu’ di Tulungagung,Harapan Manis di Balik Gerungan Mesin Tua Sejak Zaman Kolonial

Avatar
×

Ritual ‘Pengantin Tebu’ di Tulungagung,Harapan Manis di Balik Gerungan Mesin Tua Sejak Zaman Kolonial

Sebarkan artikel ini
Ritual 'Pengantin Tebu' di Tulungagung,Harapan Manis di Balik Gerungan Mesin Tua Sejak Zaman Kolonial
Example 468x60

Tulungagung, Memo

Di bawah semburat cahaya pagi yang lembut menyapa bumi Tulungagung, sebuah arak-arakan khidmat bergerak perlahan meninggalkan perkampungan, menuju bangunan kokoh Pabrik Gula (PG) Modjopanggoong yang telah berdiri tegak sejak tahun 1852. Di garda terdepan, sepasang boneka pengantin bernama Pratimo Rukmi diusung dengan penuh penghormatan. Bukan sekadar boneka biasa, melainkan simbol harapan manis yang rutin digelar setiap kali musim giling tiba di jantung industri gula ini.

scrol ke bawah
Example 300x600
iklan banner

Tradisi unik ini dikenal dengan sebutan “manten tebu”, sebuah upacara adat sakral yang telah diwariskan dari generasi ke generasi selama puluhan tahun. “Pratimo” yang berarti boneka, dipadukan dengan “Rukmi” yang bermakna emas, menjadi representasi kejayaan dan keberkahan yang diimpikan. Layaknya sepasang pengantin sungguhan, pasangan simbolis ini diarak dengan iringan seserahan berupa tebu-tebu pilihan terbaik, mengalun bersama lantunan harapan dan doa yang dipanjatkan.

Kirab berjalan estafet, dipimpin oleh jajaran petinggi pabrik dan disambut dengan khidmat oleh barisan karyawan yang berjajar rapi di sepanjang jalur menuju stasiun penggilingan. Di titik akhir perjalanan, boneka pengantin dan seserahan diletakkan dengan penuh hormat di atas mesin konveyor, siap untuk digiling bersama batang-batang tebu. Sebuah simbol mendalam yang merepresentasikan persatuan erat antara pihak pabrik dan para petani, antara peluh kerja keras dan asa akan hasil panen yang melimpah ruah.

“Tradisi ini bukan sekadar seremoni rutin tahunan. Ini adalah manifestasi doa bersama, sebuah harapan kolektif agar musim giling tahun ini berjalan tanpa hambatan dan membawa limpahan rezeki bagi seluruh pihak yang terlibat,” ungkap Sugianto, General Manager PG Modjopanggoong, saat ditemui pada Jumat (9/5/2025).

Pada musim giling tahun ini, PG Modjopanggoong menargetkan penyerapan tebu sebanyak 381 ribu ton yang berasal dari lahan seluas 5.372 hektare, tersebar di empat kabupaten berbeda: Tulungagung, Trenggalek, Blitar, dan Malang. Meskipun proyeksi rendemen (kadar gula dalam tebu) mengalami penurunan menjadi 7,83 persen akibat kondisi cuaca yang cenderung lebih basah dibandingkan musim kemarau tahun sebelumnya, pihak pabrik tetap mempertahankan optimisme untuk menghasilkan sekitar 29.980 ton gula.

Baca Juga  Tulungagung Didera Bencana, Talut Jembatan Brenggolo Runtuh Diterjang Badai

“Memang benar, angka rendemen tahun ini sedikit menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8,53 persen. Namun, dari segi total kuantitas tebu yang kami giling, ada peningkatan. Inilah yang terus memompa semangat kami,” tutur Sugianto penuh harap.

Keistimewaan PG Modjopanggoong tidak hanya terletak pada tradisi unik “manten tebu”, tetapi juga pada fakta bahwa mereka masih setia mengandalkan mesin-mesin peninggalan era kolonial Belanda. Mesin-mesin bersejarah yang telah berusia puluhan tahun tersebut tetap berdentang gagah setiap kali musim giling tiba, menjadi simbol semangat tak lekang oleh waktu dari pabrik gula ini.

“Alhamdulillah, dengan peralatan yang terbilang uzur ini, kami masih mampu bersaing, bahkan turut berkontribusi dalam menopang produksi gula nasional. Ini bukan hanya persoalan teknologi semata, melainkan juga tentang dedikasi dan ketekunan seluruh karyawan,” imbuh Sugianto dengan bangga.

“Manten tebu” bukan sekadar prosesi adat yang sarat makna. Ia adalah narasi tentang harmoni antara tradisi dan harapan, antara kerja keras dan doa yang tulus, tentang bagaimana sebuah pabrik tua terus menggiling bukan hanya batang-batang tebu, melainkan juga semangat kolektif masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sekitarnya. Musim giling telah resmi dimulai, dan bersamanya, untaian doa-doa manis kembali dipanjatkan dari jantung industri gula Tulungagung.