“Jika contract farming diterapkan di sana, akan menjadi hal yang positif karena ada penyatuan konsep dengan food estate yang telah ada,” tambahnya.
Perpaduan Efisien: Konsep Food Estate dan Keunggulan Contract Farming
Sementara itu, Eliza Mardian, seorang peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menyatakan bahwa contract farming memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah adanya kejelasan dari segi pasar dan harga.
Dengan adanya kejelasan mengenai pasar, harga yang diterima oleh petani akan cenderung lebih stabil dibandingkan dengan menjual langsung kepada tengkulak yang harganya sangat fluktuatif.
Eliza juga menambahkan bahwa contract farming juga dapat mengendalikan laju inflasi karena komponen bahan makanan berkontribusi sekitar 20 persen terhadap inflasi.
“Adanya perjanjian kerjasama semacam ini akan mempermudah distribusi,” katanya.
Namun, kekurangan dari contract farming adalah seringkali perusahaan atau lembaga yang menjalin kontrak hanya menerima produk dengan kualitas super atau yang baik. Produk yang tidak sesuai dengan standar atau kriteria tidak akan diterima.
Menurut Eliza, hasil panen tidak selalu merata, ada produk yang baik dan ada yang buruk. Jika produk yang diterima hanya yang baik, petani akan kesulitan menjual produk yang tidak memenuhi standar.
“Meskipun dijual ke pasar tradisional, konsumen juga lebih memilih produk yang baik daripada produk dengan kualitas rendah,” paparnya.
Eliza menyarankan bahwa solusinya adalah dengan membentuk kelompok tani dan badan usaha milik desa (BUMDes) untuk mengolah produk yang tidak memenuhi standar menjadi produk turunan yang memiliki nilai tambah.
“Atau, perusahaan yang menjalin kontrak dapat menerima hasil panen produk yang tidak memenuhi standar untuk diolah menjadi produk lainnya,” ujarnya.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh seorang Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, yang menyatakan bahwa kelebihan dari contract farming adalah menjamin kepastian pasokan dan harga jual.
Menurutnya, contract farming sebenarnya sudah banyak dilakukan. Di sektor peternakan unggas, banyak peternak yang melakukan kontrak dengan perusahaan integrator untuk memastikan pasokan dengan harga yang telah disepakati.
Di subsektor hortikultura, banyak petani juga melakukan kontrak dengan supermarket atau pasar modern untuk menyediakan sayuran dengan volume, spesifikasi kualitas, dan harga yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
“Ikhtisar waktu saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, beliau juga melakukan contract farming dengan daerah-daerah pemasok. Misalnya, untuk memastikan pasokan beras ke Jakarta, dilakukan kontrak dengan Sulawesi Selatan. Untuk memastikan pasokan daging sapi, dilakukan kontrak dengan NTT, dan sebagainya,” tuturnya.
Contract Farming dan Food Estate: Kemitraan Menuju Kesejahteraan Petani
Dalam menghadapi kompleksitas industri pertanian, konsep contract farming menjadi sorotan utama. Meskipun menawarkan kepastian harga dan kemitraan yang berpotensi menguntungkan, beberapa kelemahan, seperti penolakan produk yang tidak sesuai standar, masih menjadi perhatian.
Namun demikian, dengan perencanaan yang tepat, gabungan antara food estate dan contract farming dapat menjadi langkah cerdas dalam meningkatkan kesejahteraan petani serta stabilitas pasokan pangan di masa mendatang.