Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Tiongkok baru-baru ini telah menghasilkan kemitraan baru senilai US$12,6 miliar. Ini merupakan langkah penting dalam menguatkan kerja sama antara kedua negara dalam berbagai sektor, termasuk industri baterai listrik, energi hijau, dan teknologi kesehatan.
Erick Thohir, Menteri BUMN, mengumumkan perkembangan ini melalui akun Instagramnya, sementara Presiden Jokowi mengungkapkan dua agenda utama dalam kunjungannya. Apa saja agenda tersebut dan bagaimana implikasinya? Mari kita tinjau lebih lanjut.
Kunjungan Diplomatis Presiden Jokowi Ke Tiongkok Mendebarkan Dunia Bisnis
Kunjungan Jokowi beserta sejumlah ‘rekan’nya ke Tiongkok pada awal pekan ini telah menghasilkan kemitraan baru senilai US$12,6 miliar atau setara dengan Rp197,48 triliun (menggunakan kurs Rp15.673 per dolar Amerika Serikat).
Informasi ini diumumkan oleh Menko Marves Ad Interim dan Menteri BUMN, Erick Thohir, melalui akun Instagram pribadinya @erickthohir pada malam Senin (16/10).
Erick Thohir menyampaikan bahwa ‘pemberian’ ini berakar dari kesepakatan kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok yang melibatkan 11 inisiatif kerja sama berbeda. Kerja sama ini mencakup bidang pengembangan industri baterai listrik, energi hijau, dan teknologi kesehatan.
“Kerja sama senilai US$12,6 miliar ini melibatkan berbagai jenis perusahaan, termasuk perusahaan swasta, BUMN-swasta, dan BUMN-BUMN. Kerja sama ini ditujukan untuk menguatkan perkembangan industri baterai listrik, energi hijau, dan teknologi kesehatan di Indonesia, dengan harapan dapat meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat,” ujar Erick seperti yang dikutip dari akun Instagramnya.
US$12,6 Miliar untuk Indonesia: Hasil Kemitraan Ekonomi dengan Tiongkok
Presiden Jokowi pada awal pekan ini melakukan kunjungan resmi ke Beijing, Tiongkok. Dalam kunjungannya tersebut, Jokowi menyatakan bahwa terdapat dua agenda utama yang akan dijalankannya selama berada di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Pertama, ia akan melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin Tiongkok, termasuk Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri Li Qiang, dan Ketua Parlemen RRT.