Pertentangan pendekatan dalam menentukan awal bulan Ramadhan 1445 H di Indonesia memunculkan perdebatan antara Muhammadiyah dan pemerintah. Sementara Muhammadiyah mengandalkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, pemerintah menggunakan kriteria ketinggian dan elongasi hilal. Analisis kriteria dan potensi perbedaan diungkapkan dalam penelitian oleh BMKG.
Muhammadiyah vs. Pemerintah dalam Penentuan Awal Ramadhan
Pada tanggal 10 Maret, kondisi hilal atau bulan sabit tipis yang menjadi penentu awal bulan Ramadhan 1445 Hijriah di Indonesia diperkirakan tidak akan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini menimbulkan kemungkinan adanya perbedaan dalam penentuan awal puasa antara kelompok agama yang berbeda.
Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama menggunakan kriteria yang sama dengan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) untuk menentukan awal bulan hijriah, termasuk bulan Ramadhan.
Kriteria utama untuk memasuki bulan baru hijriah adalah ketinggian hilal minimal 3 derajat dan elongasi (jarak sudut antara Bulan dan Matahari) minimal 6,4 derajat. Jika ketinggian dan elongasi di bawah nilai tersebut, maka belum dianggap sebagai awal bulan hijriah baru.
Pengukuran kondisi hilal ini dapat dilakukan dengan menggunakan hitungan astronomi jauh-jauh hari sebelumnya. Namun, Kementerian Agama melakukan verifikasi dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan pada hari sebelum tanggal yang diperkirakan sebagai awal bulan Ramadhan dan mengesahkan hasilnya dalam sidang isbat.
Perdebatan Awal Ramadhan 1445 H
Bagaimana kondisi hilal untuk Ramadhan 2024?
Menurut studi yang berjudul ‘Informasi Prakiraan Hilal Saat Matahari Terbenam Tanggal 10 dan 11 Maret 2024 Penentu Awal Bulan Ramadan 1445 H’ yang dilakukan oleh BMKG, beberapa kondisi penentu awal Ramadhan diungkapkan sebagai berikut:
- Ketinggian hilal: Pada saat Matahari terbenam tanggal 10 Maret, ketinggian hilal di Indonesia berkisar antara 0,33 derajat di Jayapura, Papua, hingga 0,87 derajat di Tua Pejat, Sumatra Barat. Sedangkan pada tanggal 11 Maret, ketinggian hilal berkisar antara 10,75 derajat di Merauke, Papua, hingga 13,62 derajat di Sabang, Aceh.
- Elongasi: Jarak sudut antara Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam tanggal 10 Maret di Indonesia berkisar antara 1,64 derajat di Denpasar, Bali, hingga 2,08 derajat di Jayapura, Papua. Sedangkan pada tanggal 11 Maret, elongasi berkisar antara 13,24 derajat di Jayapura, Papua, hingga 14,95 derajat di Banda Aceh, Aceh.
- Umur Bulan: Umur Bulan pada saat Matahari terbenam tanggal 10 Maret di Indonesia berkisar antara -0,15 jam di Waris, Papua, hingga 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh. Sedangkan pada tanggal 11 Maret, umur Bulan berkisar antara 23,84 jam di Waris, Papua, hingga 26,84 jam di Banda Aceh, Aceh.
- Potensi perbedaan: Kondisi hilal pada tanggal 10 dan 11 Maret ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan dalam penentuan awal bulan Ramadhan 1445 Hijriah di Indonesia.
Sebelumnya, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret, berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang diikuti oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.
Berbeda dengan Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya) dalam menentukan awal bulan baru hijriah, bukan hisab ‘urfi (peredaran rata-rata).
Penetapan Muhammadiyah didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi.
Dengan demikian, menurut situs Muhammadiyah, jika ketinggian Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta pada tanggal 10 Maret 2024 adalah positif (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya akan menjadi hari pertama bulan baru hijriah.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Agama belum menetapkan kapan 1 Ramadhan 1445 H dimulai.
Penentuan Awal Ramadhan 1445 H: Perbedaan Pendekatan antara Muhammadiyah dan Pemerintah Indonesia
Penetapan awal bulan Ramadhan 1445 H di Indonesia menjadi subjek perdebatan antara Muhammadiyah dengan pemerintah. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, yang mempertimbangkan posisi nyata Bulan, Bumi, dan Matahari, pemerintah mengandalkan kriteria ketinggian dan elongasi hilal.
Berdasarkan penelitian BMKG, terungkap bahwa kondisi hilal pada 10 dan 11 Maret 2024 membuka kemungkinan adanya perbedaan penetapan awal Ramadhan. Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H pada 11 Maret, sementara pemerintah belum menetapkan tanggal resmi awal Ramadhan.
Hal ini menyoroti perbedaan pendekatan dalam menentukan awal bulan hijriah antara Muhammadiyah dan pemerintah Indonesia.