Penarikan utang pemerintah Indonesia pada tahun 2023 turun signifikan, mencapai Rp407 triliun, menunjukkan penurunan tajam dibanding tahun sebelumnya. Dalam laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pembiayaan ini turun 41,5 persen, mencerminkan perubahan strategis fiskal negara.
Namun, meskipun di bawah target, analisis indikator utang menunjukkan aspek positif yang mendukung stabilitas ekonomi.
Penarikan Utang Pemerintah Anjlok Tajam! Data dan Analisis Terkini
Terkait laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada tahun 2023, pembiayaan atau penarikan utang pemerintah mencapai Rp407 triliun. Angka tersebut menurun sebesar 41,5 persen dari tahun sebelumnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perbandingan dengan tahun 2022 yang mencapai Rp696 triliun menunjukkan penurunan 41,5 persen pada tahun 2023. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers APBN KiTA pada hari Selasa (2/1).
Namun demikian, realisasi pembiayaan utang tersebut berada di bawah target APBN 2023 yang seharusnya mencapai Rp696,3 triliun. Realisasinya hanya mencapai 58,4 persen dari target yang ditetapkan.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 Tentang Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, penarikan utang direncanakan sebesar Rp421,2 triliun.
Artinya, realisasi pembiayaan utang Rp407 triliun hanya mencapai 96,6 persen dari target yang telah ditetapkan dalam peraturan tersebut.
Sri Mulyani menjelaskan lebih lanjut bahwa dari jumlah tersebut, pembiayaan utang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp308,7 triliun dan pinjaman sebesar Rp98,2 triliun.
Realisasi SBN mengalami penurunan sebesar 53,1 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp658,8 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman naik sebesar 164 persen dari Rp37,2 triliun pada tahun 2022.
Menurut Sri Mulyani, penurunan pembiayaan utang pada tahun 2023 sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pemulihan ekonomi nasional. Hal ini didukung oleh tingkat imbal hasil (yield) SBN yang terkendali dan cost of fund yang dapat dijaga dengan efisien di tengah dinamika global dan volatilitas pasar keuangan.
Dampak dan Stabilitas Ekonomi dari Penurunan Utang
Meskipun demikian, Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang pemerintah mencapai rekor tertinggi, yaitu Rp8.041,01 triliun per akhir November 2023. Rekor sebelumnya terjadi pada bulan Oktober dengan jumlah Rp7.950,52 triliun.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, menganggap bahwa jumlah utang RI sebesar Rp8.041,01 triliun masih dalam batas yang aman. Menurutnya, untuk menilai efektivitas utang pemerintah, tidak hanya dilihat dari nominalnya tetapi juga dari berbagai indikator lainnya.
Suminto menilai bahwa jika dilihat dari berbagai indikator portofolio utang, kinerja utang Indonesia pada jumlah tersebut lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) per November 2023 sebesar 8,11 persen, mengalami penurunan dari posisi Desember 2022 yang sebesar 39,7 persen. Begitu juga penurunan dari puncak rasio utang GDP pada Desember 2021 yang mencapai 40,7 persen di tengah pandemi.
Selain itu, jika dilihat dari indikator risiko nilai tukar (currency risk), proporsi utang Indonesia dalam valuta asing (valas) juga mengalami penurunan, yakni sebesar 27,5 persen per November 2023.
Dari segi risiko refinancing, rata-rata tenor utang pemerintah mencapai sekitar 8,1 tahun. Dan dalam aspek risiko pasar (market risk), sekitar 82 persen utang pemerintah berada pada suku bunga tetap, sehingga tidak terlalu sensitif terhadap fluktuasi suku bunga di pasar.
Penurunan Penarikan Utang Pemerintah Indonesia Tahun 2023
Selain itu, aspek lain seperti rata-rata tenor utang yang cukup panjang dan mayoritas utang pada suku bunga tetap memberikan ketahanan terhadap fluktuasi pasar. Ini mengisyaratkan bahwa meskipun penarikan utang menurun, indikator fundamental ekonomi menunjukkan arah yang positif untuk kestabilan ekonomi jangka panjang.