“Keadaan yang tak pernah terpikirkan awalnya, nelayan tangkapan rajungan di Pantura Lamongan banyak yang belingsatan karena remuknya harga rajungan. Ini diperburuk dengan adanya banyak pebisnis atau mini plan lokal yang tutup karena dampak dari distopnya pembelian rajungan oleh pabrik yang tidak dapat export,” kata Muchlisin.
Tidak cukup itu, pria yang penasehat KAHMI Lamongan ini sampaikan jika keadaan sulit ini tidak dapat diprediksikan kapan akan selekasnya usai. Hingga nasib nelayan akan makin tercekik dalam penuhi keperluan setiap harinya.
“Hasil contact yang saya kerjakan secara APRI (Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia), exportir, terhitung dengan PT Aruna pokoknya tidak dapat meramalkan kapan keadaan ini dapat kembali normal. Di lain sisi, anggota kami (nelayan) benar-benar terimbas dan tidak dapat jual tangkapannya. Akhirnya, untuk penuhi keperluan setiap harinya juga sulit,” jelasnya.
Menyaksikan realita ini, Muchlisin mengharap, ke pemerintahan atau DPR untuk selekasnya memberi jalan keluar yang cepat dan tepat. Ingat, rajungan ialah komoditas export yang memberi banyak kontributor pada devisa negara.
“Tidak ada jalan keluar periode pendek dari pemda dan DPRD. Mudah-mudahan mereka dapat menyarankan ke pusat supaya nelayan tradisionil di sini dapat mendapatkan cross program, terhitung meningkatkan bantuan bahan bakar minyak dan kontribusi tunai,” tutur pria yang Ketua Rukun Nelayan Paciran ini.
Dia cemas, jika keadaan ini selalu berjalan, program pengentasan kemiskinan dan stunting akan makin sulit teratasi.
“Jika demikian terus, kemiskinan dan kasus stunting dapat makin kronis, baik secara kuantitatif atau kualitatif. Bahkan akan punya pengaruh pada tumbuh berkembangnya IKM, UMKM nelayan yang sejauh ini jadi unggulan aktivitas ekonomi alternative warga nelayan,” tutupnya.