Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan kebijakan minyak goreng satu harga menjadi Rp 14.000 per liter dari sebelumnya yang melambung tinggi tembus seharga Rp 20.000 per liter. Namun, pada hari pertama program tersebut diterapkan terjadi panic buying atau aksi borong di tengah masyarakat.
Wakil Sekretaris Bidang Eksternal PB HMI Ilham Mandala menyayangkan, sebetulnya aksi borong itu bisa diantisipasi jika pemerintah menyiapkan infrastruktur baik hulu maupun hilir secara matang dan terstruktur. “Dari sisi penjualan, ini sangat tidak ramah bahkan bisa merugikan bagi pedagang kecil yang berada di pasar basah atau pasar tradisional karena pendistribusian belum ada ada kejelasan alur pembayaran subsidi terkait minyak goreng kemasan satu harga ini,” kata Ilham dalam keterangannya, Jumat (21/1).
Selain itu, Ia juga menyoroti keputusan pemerintah menggunakan dana Badan Pengolala Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDP KS) sebesar Rp7 ,6 triliun untuk minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter yang mulai berlaku 19 Januari 2022 lalu.
Menurutnya, dana Rp 7,6 triliun itu dipergunakan untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dan membiayai minyak goreng kemasan sebanyak 250 juta liter per bulan atau sekitar 1,5 miliar liter selama enam bulan ke depan. “Kami meminta harus dikawal sampai tuntas turun sampai ke tangan tepat dan agar tidak ada penyelewengan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Ilham mengatakan lebjh jauh, minyak goreng curah seharusnya juga ikut disubsidi, bahkan menjadi prioritas utama. Alasannya, di tingkat konsumen, pemakaian nminyak goreng curah di Indonesia masih tergolong tinggi, yakni mencapai 300 juta liter. Jumlah ini melebihi tingkat konsumsi minyak goreng kemasan.
“Dengan naiknya minyak goreng curah ini sangat berdampak sekali atas kelangsungan perekonomian tingkat penduduk dengan pendapatan rendah dan juga dengan usaha mikro, kecil dan menengah dan saya meminta pemerintah untuk ikut menurunkan harga minyak goreng curah,” ungkapnya.