Nilai tukar rupiah dibuka di level Rp15.076 per dolar AS di pasar spot pada pagi Jumat (28/7). Mata uang Indonesia ini melemah sebesar 76 poin atau 0,51 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya. Namun, tidak hanya rupiah yang terkena dampak pelemahan, sebagian besar mata uang Asia juga mengalami situasi serupa.
Yuan China, baht Thailand, won Korea Selatan, peso Filipina, dan ringgit Malaysia semuanya terpukul negatif. Hanya rupee India dan yen Jepang yang berani melawan tren. Di sisi lain, mata uang utama dari negara maju juga merasakan tekanan melemah.
Poundsterling Inggris, euro Eropa, franc Swiss, dolar Australia, dan dolar Kanada semuanya menunjukkan penurunan. Para pengamat memperkirakan bahwa rupiah berpotensi melemah lebih lanjut karena naiknya imbal hasil obligasi AS dan prospek suku bunga The Fed yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah dalam kisaran Rp14.950 sampai Rp15.100 per dolar AS pada hari ini.
Pelemahan Rupiah dan Mata Uang Asia Menyusul Naiknya Imbal Hasil Obligasi AS dan Prospek Suku Bunga The Fed
Nilai tukar rupiah dibuka pada angka Rp15.076 per dolar AS di perdagangan pasar spot pagi ini, Jumat (28/7). Mata uang Garuda melemah sebesar 76 poin atau 0,51 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya.
Sementara itu, mata uang Asia mayoritas mengalami pelemahan. Yuan China mengalami penurunan sebesar 0,06 persen, baht Thailand minus 0,11 persen, won Korea Selatan turun 0,34 persen, peso Filipina terjun bebas sebesar 0,56 persen, dan ringgit Malaysia merosot sebesar 0,59 persen.
Namun, ada dua mata uang yang menunjukkan penguatan, yaitu rupee India yang menguat sebesar 0,07 persen dan yen Jepang yang tumbuh sebesar 0,10 persen. Sementara itu, dolar Singapura stagnan.
Mata uang utama dari negara-negara maju juga menunjukkan tren pelemahan. Poundsterling Inggris mengalami penurunan sebesar 0,01 persen, euro Eropa menguat sebesar 0,03 persen, franc Swiss turun 0,01 persen, dolar Australia merosot sebesar 0,30 persen, dan dolar Kanada melemah sebesar 0,04 persen.
Lukman Leong, seorang Pengamat Komoditas dan Mata Uang, memprediksi bahwa rupiah akan melemah lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat di kuartal II dan klaim pengangguran yang lebih tinggi dari yang diperkirakan.