Rahmady Effendi Hutahaean, mantan Kepala Bea Cukai Purwakarta, hari ini memenuhi undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan klarifikasi terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Kehadirannya di Gedung Merah Putih KPK ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat dan pemberitaan media mengenai kekayaan yang dimilikinya, termasuk saham di perusahaan yang dipegang oleh istrinya.
Rahmady Disorot KPK: Kekayaan Tak Wajar dan Saham Misterius
Rahmady Effendi Hutahaean, mantan Kepala Bea Cukai Purwakarta, menghadiri undangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan klarifikasi terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada hari Senin, 20 Mei.
Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, mengonfirmasi bahwa undangan tersebut benar adanya. “Ya, kami telah mengundang mantan kepala Bea Cukai Purwakarta untuk klarifikasi LHKPN pada pagi ini pukul 09.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis.
Lebih lanjut, Ipi menjelaskan bahwa Rahmady telah hadir memenuhi undangan tersebut pada pukul 08.30 WIB.
Langkah ini diambil KPK sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat serta pemberitaan di berbagai media.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyatakan keheranannya atas jumlah harta kekayaan Rahmady yang dilaporkan sebesar Rp6 miliar. Namun, menurut laporan masyarakat, Rahmady diketahui pernah memberikan pinjaman hingga Rp7 miliar kepada seseorang.
“Ini tidak masuk akal. Oleh karena itu, kami perlu melakukan klarifikasi,” kata Pahala di kantornya, Jakarta, pada Kamis, 16 Mei lalu.
Investigasi Kekayaan Rahmady: Pinjaman Mencurigakan dan Kepemilikan Saham
Pahala juga mengungkapkan bahwa Rahmady memiliki saham di sebuah perusahaan, di mana istrinya menjabat sebagai komisaris utama. Hal ini menjadi salah satu poin yang akan didalami lebih lanjut oleh tim LHKPN KPK.
“Ini sekali lagi menunjukkan dampak dari kepemilikan saham di perusahaan lain,” ujar Pahala.
Dia juga menambahkan bahwa telah ada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur perlakuan terhadap pegawai Kementerian Keuangan yang memiliki investasi atau saham di perusahaan lain.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah mencium adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan benturan kepentingan dalam kasus Rahmady. Ia dituding memiliki harta kekayaan yang sangat besar namun tidak dilaporkan dalam LHKPN. Oleh sebab itu, ia telah dibebastugaskan dari jabatannya.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan bahwa langkah tersebut diambil setelah pemeriksaan internal yang menemukan dua indikasi tersebut.
“Dari hasil pemeriksaan internal kami, ditemukan adanya indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” kata Nirwala melalui keterangan resmi pada Senin, 13 Mei.
Klarifikasi Kekayaan Rahmady: Tindak Lanjut Laporan Masyarakat dan Tindakan KPK
Langkah KPK mengundang Rahmady Effendi Hutahaean untuk klarifikasi LHKPN menunjukkan komitmen lembaga antirasuah ini dalam menindaklanjuti laporan masyarakat dan media. KPK merasa perlu menginvestigasi lebih lanjut kekayaan yang dimiliki Rahmady, terutama terkait ketidaksesuaian antara laporan kekayaan dan pinjaman yang diberikan. Hal ini penting untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang atau benturan kepentingan.